Tugas Essay Individu
Tema : Permasalahan Kelompok Minoritas
Judul : Australia dan Kelompok Muslim Minoritas
Kelompok Minoritas
Kelompok minortas dimengerti sebagai sekelompok kecil populasi yang tidak punya cukup control sumber daya ekonomi, sosial maupun politik. Kelompok ini memiliki keterbatasan hak-hak sipil maupun kolektif sehingga keberadaanya justru cenderung menimbulkan diskriminasi. Dukungan terhadap eksistensi beberapa kelompok minoritas biasanya hanya dilakukan oleh sekelompok kecil tokoh-tokoh penting yang memang concern terhadap isu-isu tertentu yang dihadapi kelompok minoritas tertentu pula.
Sebagai kelompok minoritas dalam suatu komunitas tentu akan sangat sulit mempertahankan eksistensi dan sulit dalam menghadapi tekanan yang berasal dari kelompok mayoritas. Biasanya kelompok minoritas dipaksa untuk menuruti segala keputusan yang akan diambil oleh kelompok mayoritas tanpa mempertimbangkan baik-buruknya bagi kelompok minoritas. Namun berbeda halnya apabila terjadi tirani minoritas dalam suatu keputusan.
Muslim sebagai kelompok minoritas majemuk di Australia
Contoh kelompok minoritas di Australia misalnya adalah kelompok Umat Muslim. Masyarakat Muslim Australia merupakan kelompok majemuk yang berasal dari 120 negara. Sensus 2006 mencatat jumlah umat Muslim lebih dari 340.000 jiwa, lebih dari sepertiganya lahir di Australia. Sedikitnya jumlah populasi umat muslim di Australia tidak membatasi integrasi kelompok ini di Negara Kanguru tersebut. Berbagai identitas Islam mulai ditunjukkan kepada masyarakat umum tanpa harus menyinggung maupun menggangu hak asasi warga lain.
Islam merupakan agama yang diakui di Australia dengan tingkatan jumlah populasi ke-8 setelah agama Budha. Pengakuan atas kelompok Muslim telah dilakukan pemerintah Australia sehubungan dengan diberlakukannya regulasi menegenai kebebasan beragama yang tercantum pada section 116 dalam Konstitusi Australia.
Umat muslim yang mendiami Australia merupakan para imigran dari beberapa Negara di Asia seperti Indonesia, Somalia, dan Suda. Mereka merupakan orang muslim yang bermigrasi ke Australia melalui program kemanusiaan dan pengungsian.. Masyarakat Muslim Australia saat ini sebagian besar terkonsentrasi di Sydney dan Melbourne. Sejak dasawarsa 1970an, masyarakat Muslim telah membangun banyak masjid dan sekolah Islam dan memberi sumbangsih yang dinamis terhadap rajutan multi-budaya masyarakat Australia.
Sebagai negara sekuler dan multikulturalisme, Autralia dinilai berhasil dalam menegakkan persamaan hak asasi di bidang keagamaan. Sekulerirme yang diterapkan tidak semata-mata dapat membatasi pergerakan Umat Islam dalam menegakkan syariat Islam di kalangannya. Perkembangan Umat Islam diarahkan pada prinsip liberalism yang mengandung nilai-nilai Barat. Pemerintahpun melakukan pengawasan yang ketat pada perkembangan kelompok ini. Pemerintah berupaya dalam menjaga eksistensi kelompok-kelompok minoritas seperti kelompok Muslim dan Aborigin, karena keberadaan mereka akan memegang peranan penting saat proes pengambilan suara dalam setiap sidang di pemerintahan karena dapat dimanfaatkan oleh partai besar untuk mendukung rancangan kebijakan yang mereka usulkan.
Kerjasama Pemerintah dan Kelompok Minoritas Muslim
Pemerintah Australia menerapkan kerjasama yang seimbang diantara Muslim dan Australia. Dengan adanya integrasi yang kuat dalam kelompok minoritas ini maka pemerintah menanamkan kepercayaan pada kelompok Muslim untuk . kasusu-kasus terorisme yang sempat mencuat beberapa waktu lalu memang sempat membuat warga Autralia resah dengan keberadaan umat Muslim di Australia, namun pemerintah telah membantu kelompok ini meyakinkan masyarakat bahwa Umat Musli msebenarnya merupakan umat yang anti-kekerasan. Melalui beberapa pertemuan dan dialog antar umat Bergama seperti masyarakat dapat menilai bagaimana harus bersikap terhadap umat muslim.
Umat muslim di Australia sendiri membawa pengaruh social dan politik dalam kehidupan masyarakat Australia. Namun tidak jarang juga terjadi beberapa masalah yang melibatkan Umat Muslim di bidang sosial politik, dalam menanggulangi permasalahan ini pemerintah telah melakukan usaha positif yaitu mendorong dialog antar kelompok masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat dan media massa merupakan penggerak terlaksananya dialog tersebut. Dialog antar kelompok masyarakat perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakt akan keberadaan Islam dan memudarkan stereotype negative yang muncul sehingga dapat mewujudkan toleransi.
Kesimpulan
Australia yang merupakan Negara multikultur telah memberikan ruang bagi kelompok-kelompok minoritas seperti Kelompok minoritas Islam untuk menjadi entitas keagamaan yang diakui di Australia. Permasalahan dan gesekan yang timbul akibat perbedaan prinsip anatar kelompok dapat diminimalisir dengan usaha pemerintah melaluli pemyelenggaraan dialog antar kelompok. LSM dan media massa merupakan tokoh yang berperan membantu pemerintah dalam menyelenggarakan dialog-dialog tersebut. Partisipasi politik kelompok muslim dalam pemerintahan mulai diperhitungkan dengan tujuan supaya terjadi persamaan hak-hak antara warga Negara.(23288)
Kamis, 25 November 2010
ISU-ISU KEPENTINGAN KELOMPOK MINORITAS :
Peran Australian Education Union South Australian dalam memperjuangkan hak masyarakat berusia diatas 21 tahun untuk mendapat pendidikan di sekolah menengah
a. Sejarah Australian Education Union
Menurut Gabriel Almond, kelompok kepentingan adalah suatu organisasi yang bertujuan dan berusaha untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah, tanpa menghendaki untuk duduk pada jabatan publik.
Australian Education Union merupakan salah satu kelompok kepentingan dari beberapa kelompok kepentingan yang terdapat di Australia dan melakukan berbagai kegiatan dalam bidang pendidikan dan berupaya untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat Australia didalam mengemban pendidikan hingga sekolah tinggi. Australian Education Union juga mempunyai beberapa staf pengajar yang banyak tersebar di sekolah-sekolah negeri di Australia dan di setiap negara-negara bagian Australia.
Hingga saat ini, Australian Education Union mempunyai anggota sebanyak 165.000 jiwa yang tersebar di seluruh negara bagian Australia. Sebagian besar dari anggota Australian Education Union ini merupakan kegiatan serta kampanye untuk menyuarakan berbagai hak dan kepentingan Masyarakat Australia dalam mendapatkan hak pendidikan mereka.
Australian Education Union merupakan lembaga terbesar dalam sektor pendidikan yang terdapat di Australia diluar Pemerintahan. Oleh sebab itu, sebagai lembaga besar dalam bidang pendidikan, Australian Education Union juga melakukan penggalangan dana dari para anggota mereka yang bergabung untuk terus menyukseskan kegiatan serta kampanye mereka dalam usahanya memperjuangkan hak-hak Masyarakat Australia dalam bidang pendidikan.
Australian Education Union juga melalui Federal of Education Unions terus melakukan upaya kerjasama dengan dua serikat pekerja lain untuk terus melakukan pengembangan dalam dunia pendidikan, yaitu dengan para pengajar dari sekolah non-pemerintah (swasta) serta dengan universitas-universitas yang ada di negara tersebut.
Bukan hanya melakukan kegiatan serta kampanye-kampanye, Australian Education Union juga membangun lembaga pendidikan di luar pemerintahan yang tergabung di dalam Technical and Further Education (TAFE), dimana TAFE merupakan sekolah swasta mulai dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi yang dibangun oleh Australian Education Union dalam rangka membangun dan mengembangkan Masyarakat Australia yang mempunyai pendidikan serta wawasan yang luas. Hampir 1,3 juta siswa terdaftar sebagai murid dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi yang tersebar di 58 instansi di berbagai negara bagian di Australia.
b. Larangan terhadap masyarakat diatas 21 tahun untuk mendapat pendidikan di sekolah menengah di negara bagian South Australian
Di negara bagian South Australian terdapat isu hangat yang menjadi perdebatan di dalam masyarakat. Dimana terdapat wacana untuk melarang masyarakat diatas 21 tahun untuk mendapatkan pendidikan di sekolah menengah di negara bagian tersebut.
Wacana ini ditujukan untuk mengurangi anggaran pemerintah terhadap sektor pendidikan yang dirasa terlalu besar dan menyulitkan pemerintah setempat. Hal tersebut tentunya banyak mendapatkan pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat, namun sebagian besar masyarakat yang berdomisili di negara bagian South Australian tersebut memilih untuk kontra terhadap keputusan tersebut karena dianggap terlalu diskriminatif.
Australian Education Union sebagai salah satu kelompok kepentingan yang mengurusi tentang masalah pendidikan di negara bagian South Australian ini tentu saja sangat mengecam dan melakukan berbagai aksi dalam upayanya untuk menggagalkan wacana tersebut.
Wacana yang telah bergulir sejak Bulan Oktober 2010 ini hingga saat ini belum menemukan titik terang. Dan Australian Education Union terus menghimpun dukungan kepada masyarakat negara bagian South Australian untuk melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di gedung parlemen Adelaide hingga keinginan mereka untuk menggagalkan wacana tersebut dapat menemukan jalan yang lebih baik.
Pemerintah setempat sebenarnya telah memberikan solusi kepada masyarakat berumur diatas 21 tahun yang ingin mendapatkan akses ke sekolah menengah dapat bergabung bersama denga TAFE yang dibangun oleh Australian Education Union, namun ternyata usulan tersebut ditolak dengan alasan TAFE tidak memberikan ijazah/sertifikat yang menjadi salah satu alasan utama mereka untuk kembali masuk ke dunia pendidikan tersebut.
Australian Education Union juga mengirim surat kepada Chief Executive DECS, Gino De Gennaro untuk membatalkan wacana tersebut, karena menurut Australian Education Union, kebijakan tersebut sangatlah tidak populer dan dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin yang sedang berkuasa.
Hingga saat ini, Australian Education Union South Australian serta masyarakat-masyarakat yang kontra dengan wacana larangan warga diatas 21 tahun untuk mendapatkan akses pendidikan di sekolah menengah masih terus melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di gedung parlemen Adelaide dan nampaknya belum mendapatkan respon yang baik dari pemerintah setempat.
(23642)
DAFTAR PUSTAKA :
http://www.aeusa.asn.au/
http://adityobudiatno.blogspot.com/2010/05/kelompok-kepentingan-dan-kelompok.html
http://www.aeufederal.org.au/
http://www.nswtf.org.au/
Peran Australian Education Union South Australian dalam memperjuangkan hak masyarakat berusia diatas 21 tahun untuk mendapat pendidikan di sekolah menengah
a. Sejarah Australian Education Union
Menurut Gabriel Almond, kelompok kepentingan adalah suatu organisasi yang bertujuan dan berusaha untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah, tanpa menghendaki untuk duduk pada jabatan publik.
Australian Education Union merupakan salah satu kelompok kepentingan dari beberapa kelompok kepentingan yang terdapat di Australia dan melakukan berbagai kegiatan dalam bidang pendidikan dan berupaya untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat Australia didalam mengemban pendidikan hingga sekolah tinggi. Australian Education Union juga mempunyai beberapa staf pengajar yang banyak tersebar di sekolah-sekolah negeri di Australia dan di setiap negara-negara bagian Australia.
Hingga saat ini, Australian Education Union mempunyai anggota sebanyak 165.000 jiwa yang tersebar di seluruh negara bagian Australia. Sebagian besar dari anggota Australian Education Union ini merupakan kegiatan serta kampanye untuk menyuarakan berbagai hak dan kepentingan Masyarakat Australia dalam mendapatkan hak pendidikan mereka.
Australian Education Union merupakan lembaga terbesar dalam sektor pendidikan yang terdapat di Australia diluar Pemerintahan. Oleh sebab itu, sebagai lembaga besar dalam bidang pendidikan, Australian Education Union juga melakukan penggalangan dana dari para anggota mereka yang bergabung untuk terus menyukseskan kegiatan serta kampanye mereka dalam usahanya memperjuangkan hak-hak Masyarakat Australia dalam bidang pendidikan.
Australian Education Union juga melalui Federal of Education Unions terus melakukan upaya kerjasama dengan dua serikat pekerja lain untuk terus melakukan pengembangan dalam dunia pendidikan, yaitu dengan para pengajar dari sekolah non-pemerintah (swasta) serta dengan universitas-universitas yang ada di negara tersebut.
Bukan hanya melakukan kegiatan serta kampanye-kampanye, Australian Education Union juga membangun lembaga pendidikan di luar pemerintahan yang tergabung di dalam Technical and Further Education (TAFE), dimana TAFE merupakan sekolah swasta mulai dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi yang dibangun oleh Australian Education Union dalam rangka membangun dan mengembangkan Masyarakat Australia yang mempunyai pendidikan serta wawasan yang luas. Hampir 1,3 juta siswa terdaftar sebagai murid dari pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi yang tersebar di 58 instansi di berbagai negara bagian di Australia.
b. Larangan terhadap masyarakat diatas 21 tahun untuk mendapat pendidikan di sekolah menengah di negara bagian South Australian
Di negara bagian South Australian terdapat isu hangat yang menjadi perdebatan di dalam masyarakat. Dimana terdapat wacana untuk melarang masyarakat diatas 21 tahun untuk mendapatkan pendidikan di sekolah menengah di negara bagian tersebut.
Wacana ini ditujukan untuk mengurangi anggaran pemerintah terhadap sektor pendidikan yang dirasa terlalu besar dan menyulitkan pemerintah setempat. Hal tersebut tentunya banyak mendapatkan pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat, namun sebagian besar masyarakat yang berdomisili di negara bagian South Australian tersebut memilih untuk kontra terhadap keputusan tersebut karena dianggap terlalu diskriminatif.
Australian Education Union sebagai salah satu kelompok kepentingan yang mengurusi tentang masalah pendidikan di negara bagian South Australian ini tentu saja sangat mengecam dan melakukan berbagai aksi dalam upayanya untuk menggagalkan wacana tersebut.
Wacana yang telah bergulir sejak Bulan Oktober 2010 ini hingga saat ini belum menemukan titik terang. Dan Australian Education Union terus menghimpun dukungan kepada masyarakat negara bagian South Australian untuk melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di gedung parlemen Adelaide hingga keinginan mereka untuk menggagalkan wacana tersebut dapat menemukan jalan yang lebih baik.
Pemerintah setempat sebenarnya telah memberikan solusi kepada masyarakat berumur diatas 21 tahun yang ingin mendapatkan akses ke sekolah menengah dapat bergabung bersama denga TAFE yang dibangun oleh Australian Education Union, namun ternyata usulan tersebut ditolak dengan alasan TAFE tidak memberikan ijazah/sertifikat yang menjadi salah satu alasan utama mereka untuk kembali masuk ke dunia pendidikan tersebut.
Australian Education Union juga mengirim surat kepada Chief Executive DECS, Gino De Gennaro untuk membatalkan wacana tersebut, karena menurut Australian Education Union, kebijakan tersebut sangatlah tidak populer dan dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin yang sedang berkuasa.
Hingga saat ini, Australian Education Union South Australian serta masyarakat-masyarakat yang kontra dengan wacana larangan warga diatas 21 tahun untuk mendapatkan akses pendidikan di sekolah menengah masih terus melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di gedung parlemen Adelaide dan nampaknya belum mendapatkan respon yang baik dari pemerintah setempat.
(23642)
DAFTAR PUSTAKA :
http://www.aeusa.asn.au/
http://adityobudiatno.blogspot.com/2010/05/kelompok-kepentingan-dan-kelompok.html
http://www.aeufederal.org.au/
http://www.nswtf.org.au/
(Kelompok Kepentingan) Desakan Pemberhentian Pendanaan bagi Densus 88 dari Pemerintah Australia
Kelompok kepentingan di Australia dapat dibedakan dalam dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah kelompok yang bersifat sectional. Kelompok ini mewakili salah satu golongan dan atau kepentingan – kepentingan tertentu dalam masyarakat. Kelompok kedua adalah kelompok yang sifatnya promosional. Kelompok ini tidak mewakilli salah satu golongan, namun terbentuk hanya untuk memajukan dan memperjuangkan satu isu tertentu. Kelompok ini tidak dibatasi oleh kepentingan tertentu dan anggota-anggotanya melandasi organisasinya dengan adanya kepercayaan mengenai tujuan khusus.1 Kelompok kepentingan di Australia melakukan perannya sebagai alat untuk memajukan kepentingan-kepentingan kelompok yang diwakilinya, oleh sebab itu pula mereka selalu melibatkan diri ke dalam politik dengan tujuan mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang diputuskan pemerintah. Sejak seluruh proses pembuatan kebijakan publik dipindahkan menjadi satu di Canberra pada akhir 1950-an, berbagai kelompok kepentingan dipandang sebagai organisasi yang mampu dijadikan sebagai penasihat dan pemberi masukan bagi perencanaan kebijakan pemerintah.
Berbicara mengenai kelompok penekan yang bersifat sectional di Australia, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang berpusat di Sydney, Asosiasi Australia Papua Barat (Australian West Papua Association/AWPA) melayangkan surat resmi kepada Perdana Menteri Australia, Julia Gillard terkait permintaan kepada pemerintah Australia untuk menghentikan bantuan dana bagi Densus 88. Permintaan ini disampaikan karena ada indikasi bahwa Densus 88 telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap aktivis asal Maluku. Pemerintah Australia mengeluarkan anggaran USD 16 juta setiap tahun untuk mendukung Densus 88. Dugaan penyiksaan yang dilakukan Densus 88 kepada para aktivis Republik Maluku Selatan menimbulkan kecaman publik mengenai penyalahgunaan dana tersebut. Pendanaan Australia atas Densus 88 bertujuan untuk memerangi terorisme.2
AWPA memiliki kepentingan bahwa mereka sebisa mungkin melakukan propaganda untuk memperburuk citra Indonesia. Akses yang mereka dapatkan di Australia sangatlah mudah, kantor pusat mereka dirikan di Sydney mereka dirikan agar mereka semakin mudah untuk melakukan propaganda politik melalui pemerintah Australia. Hal ini terbukti dari tindakan mereka yang berusaha mencari celah untuk melakukan propaganda politik terhadap Indonesia dengan mendesak pemerintahan Julia Gillard untuk menghentikan bantuan dana dan segala bentuk kerja sama militer dengan Densus 88, karena Densus 88 disinyalir melakukan pelanggaran HAM. Dengan adanya desakan terhadap pemerintah Australia ini, maka karena Negara Kangguru ini sangat peduli terhadap penegakan HAM, kemudian mereka melakukan pengiriman tim investivigasi untuk mengetahui kebenaran hal tersebut.
Australia mengirim sejumlah pejabat untuk menyelidiki dugaan penyiksaan oleh anggota unit kontra-terorisme Indonesia, Densus (Detasemen Khusus) 88 kepada para aktivis separatis Maluku. Para pengamat Australia berpendapat, negaranya harus mendesak Indonesia untuk memastikan Densus 88 mematuhi hukum dan menegakkan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Menurut pengamat dari Universitas Deakin, Damien Kingsbury, tuduhan bahwa anggota Densus 88 bertindak brutal terhadap aktivis politik separatis Maluku, bukanlah hal yang mengejutkan. Menurut surat kabar di Australia, Sydney Herald Morning, (SHM), Densus 88 dibentuk setelah bom Bali 2002 dengan dukungan dari Australia dan AS. Tiap tahunnya, detasemen itu terus menerima dana jutaan dolar dari Australia. Menurut organisasi internasional Amnesty International dan Human Rights Watch, Densus 88 seringkali dituduh melanggar HAM, terutama di Papua dan Papua Barat. Harian Fairfax pekan ini melaporkan, sekitar 12 aktivis separatis Maluku ditahan karena berencana mengibarkan bendera terlarang dan lambang-lambang politik lainnya saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Para aktivis itu dibawa ke kantor Densus 88 di Ambon, Maluku. Kabarnya mereka disekap, dipukuli, disulut rokok, dan ditusuk paku.3
Dengan demikian, kelompok kepentingan yang menyuarakan kepentingan kelompok separatis Papua Barat ini melakukan desakan terhadap pemerintah Australia agar pemerintah Australia menghentikan bantuan kerjasamanya terhadap Densus 88. Kemudian pemerintah Australia merespon desakan tersebut dengan mengirimkan tim investivigasi terkait desakan tersebut. Pemerintahan Australia menjadi tempat yang sangat mungkin untuk melakukan menyampaikan aspirasi, terlebih lagi mengenai kasus-kasus pelanggaran HAM.
(22679)
1. Zulkifli Hamid, Sistem politik Australia, ( Bandung: Laboratorium Ilmu politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia dan Penerbit Remaja Rosdakarya, 1999), hal 299
2. Diunduh di http://klikp21.com/politiknews/11431-lsm-desak-pm-australia-siop-danai-densus-88 pada 25 November 2010 Pukul 02.04
3. Diunduh di http://internasional.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=3802 pada 25 November 2010 pukul 08.00
Berbicara mengenai kelompok penekan yang bersifat sectional di Australia, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang berpusat di Sydney, Asosiasi Australia Papua Barat (Australian West Papua Association/AWPA) melayangkan surat resmi kepada Perdana Menteri Australia, Julia Gillard terkait permintaan kepada pemerintah Australia untuk menghentikan bantuan dana bagi Densus 88. Permintaan ini disampaikan karena ada indikasi bahwa Densus 88 telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap aktivis asal Maluku. Pemerintah Australia mengeluarkan anggaran USD 16 juta setiap tahun untuk mendukung Densus 88. Dugaan penyiksaan yang dilakukan Densus 88 kepada para aktivis Republik Maluku Selatan menimbulkan kecaman publik mengenai penyalahgunaan dana tersebut. Pendanaan Australia atas Densus 88 bertujuan untuk memerangi terorisme.2
AWPA memiliki kepentingan bahwa mereka sebisa mungkin melakukan propaganda untuk memperburuk citra Indonesia. Akses yang mereka dapatkan di Australia sangatlah mudah, kantor pusat mereka dirikan di Sydney mereka dirikan agar mereka semakin mudah untuk melakukan propaganda politik melalui pemerintah Australia. Hal ini terbukti dari tindakan mereka yang berusaha mencari celah untuk melakukan propaganda politik terhadap Indonesia dengan mendesak pemerintahan Julia Gillard untuk menghentikan bantuan dana dan segala bentuk kerja sama militer dengan Densus 88, karena Densus 88 disinyalir melakukan pelanggaran HAM. Dengan adanya desakan terhadap pemerintah Australia ini, maka karena Negara Kangguru ini sangat peduli terhadap penegakan HAM, kemudian mereka melakukan pengiriman tim investivigasi untuk mengetahui kebenaran hal tersebut.
Australia mengirim sejumlah pejabat untuk menyelidiki dugaan penyiksaan oleh anggota unit kontra-terorisme Indonesia, Densus (Detasemen Khusus) 88 kepada para aktivis separatis Maluku. Para pengamat Australia berpendapat, negaranya harus mendesak Indonesia untuk memastikan Densus 88 mematuhi hukum dan menegakkan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Menurut pengamat dari Universitas Deakin, Damien Kingsbury, tuduhan bahwa anggota Densus 88 bertindak brutal terhadap aktivis politik separatis Maluku, bukanlah hal yang mengejutkan. Menurut surat kabar di Australia, Sydney Herald Morning, (SHM), Densus 88 dibentuk setelah bom Bali 2002 dengan dukungan dari Australia dan AS. Tiap tahunnya, detasemen itu terus menerima dana jutaan dolar dari Australia. Menurut organisasi internasional Amnesty International dan Human Rights Watch, Densus 88 seringkali dituduh melanggar HAM, terutama di Papua dan Papua Barat. Harian Fairfax pekan ini melaporkan, sekitar 12 aktivis separatis Maluku ditahan karena berencana mengibarkan bendera terlarang dan lambang-lambang politik lainnya saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Para aktivis itu dibawa ke kantor Densus 88 di Ambon, Maluku. Kabarnya mereka disekap, dipukuli, disulut rokok, dan ditusuk paku.3
Dengan demikian, kelompok kepentingan yang menyuarakan kepentingan kelompok separatis Papua Barat ini melakukan desakan terhadap pemerintah Australia agar pemerintah Australia menghentikan bantuan kerjasamanya terhadap Densus 88. Kemudian pemerintah Australia merespon desakan tersebut dengan mengirimkan tim investivigasi terkait desakan tersebut. Pemerintahan Australia menjadi tempat yang sangat mungkin untuk melakukan menyampaikan aspirasi, terlebih lagi mengenai kasus-kasus pelanggaran HAM.
(22679)
1. Zulkifli Hamid, Sistem politik Australia, ( Bandung: Laboratorium Ilmu politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia dan Penerbit Remaja Rosdakarya, 1999), hal 299
2. Diunduh di http://klikp21.com/politiknews/11431-lsm-desak-pm-australia-siop-danai-densus-88 pada 25 November 2010 Pukul 02.04
3. Diunduh di http://internasional.rakyatmerdeka.co.id/news.php?id=3802 pada 25 November 2010 pukul 08.00
Isu- isu Kontemporer: Permasalahan Kelompok Minoritas dan Kelompok Kepentingan
Diskriminasi antara Suku Aborigin dan Bangsa Pendatang serta Penyelesaiannya
Australia termasuk negara maju dengan sistem pemerintahan monarki konstitusional dan kepala pemerintahan Perdana Menteri serta jumlah penduduk yang relative sedikit jika dibandingkan dengan negara lain. Pada awalnya, Australia dihuni oleh suku asli Australia yaitu bangsa Aborigin, yang kemudian datang kelompok- kelompok lain berkuit putih yang mendiamii Australia dan justru malah menjadi kelompok mayoritas atau kelompok kepentingan di Australia. Definisi kelompok kepentingan yaitu Kelompok-kelompok yang dibentuk atas dasar persamaan kepentingan inilah yang kemudian disebut kelompok kepentingan. Dalam penjelasan Gabriel Almond, kelompok kepentingan adalah suatu organisasi yang bertujuan dan berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah, tanpa menghendaki untuk duduk di jabatan publik. Kelompok kepentingan ini berbeda dengan partai politik, karena tujuan partai politik adalah menduduki jabatan publik.[1] Bahkan, pada awalnya kelompok pendatang ini melakukan pembantaian kepada suku aborigin karena mereka menganggap suku Aborigin tidak pantas mendiami Australia karena mereka berkulit hitam dan berbeda dengan mereka hingga pada akhirya populasi suku Aborigin di Australia menjadi berkurang. Dengan kehadiran kelompok tersebut, kelompok suku aborigin menjadi tersisihkan dan malah menjadi kelompok minoritas di Australia. Bahkan, fasilitas yang diterima oleh keduanya pun berbeda. Kelompok kepentingan mendapat fasilitas yang lebih baik daripada kelompok minoritas. Jabatan dalam pemerintahan juga sebagian besar diisi oleh orang- orang dari kelompok kepentingan. Jarang suku Aborigin yag bisa menduduki jabatan dalam pemerintahan, jangankan jabatan untuk memperoleh pekerjaan saja mereka mengalami kesulitan.
Australia juga menerapkan Undang-Undang Kesejahteraan Nasional (National
Welfare Act), yang mengesahkan pemerintah memisahkan anak Aborigin dari
orantuanya. Akibat UU tersebut, dari tahun 1910 sampai 1970, sedikitnya 100.000 anak Aborigin yang pada umumnya berasal dari ayah atau kakek berkulit putih,
terpisah dari orang tuanya. Anak Aborigin itu ditempatkan di panti asuhan
yang disubsidi pemerintah. Biasanya, yang berkulit sedikit terang diadopsi
keluarga kulit putih Australia. Mereka yang berkulit gelap biasanya akan
menghabiskan masa kanak-kanak mereka di panti asuhan dengan sedikit atau
tanpa pendidikan memadai.[1] Hal ini sungguh sangat memprihatinkan mengingat usia mereka yang masih muda seharusnya mereka tinggal dengan orangtua mereka. Tetapi, karena proses asimilasi ini mereka dipaksakan untuk berpisah dengan orangtua mereka dan sebagian dari mereka yang berkulit hitam harus tinggal dipanti asuhan. Hal ini juga dikarenakan pendidikan yang tidak merata bagi suku Aborigin dan kelompok kepentingan di Australia. Bahkan, tidak sedikit dari suku Aborigin yang buta huruf di era globalisasi ini. Selain itu, sulitnya mendapatkan pekerjaan bagi suku Aborigin juga menimbulkan permasalahan tersendiri. Setiap kantor di Australia seakan melaksanakan peraturan tidak tertulis dalam menerima karyawan mereka dan mendahulukan warga berkulit putih. Hal itu memaksa beberapa suku Aborigin untuk melakukan tindakan kriminal demi memenuhi kebutuhan sehari- hari. Sehingga, tak mengherankan jika image suku Aborigin dimata masyarakat Australia terlanjur jelek. Apalagi para aborigin juga dikenal gemar mengkonsumsi alcohol dan minuman keras. Sampai pemerintah Australia pun perlu untuk memberlakukan UU Diskriminasi Rasial sebagai bagian dari upaya melawan kekerasan anak di kota-kota berpenduduk mayoritas Aborigin. Undang-undang ini mengalami penundaaan sejak tiga tahun di masa pemerintahan John Howard dan kemudian diberlakukan lagi pada masa Kevin Rudd bahkan diperluas lagi ke kalangan yang bukan masyarakat asli di kawasan Northern Territory.[2]
Diskriminasi yang terjadi antara suku Aborigin dengan kelompok kepentingan di Australia mulai mendapatkan perhatian khusus pada saat pemerintahan Australia dipegang oleh Perdana Menteri Kevin Rudd. Disamping menerapkan UU Diskriminasi Rasial dan yang kemudian diterapkan juga ke masyarakat Australia lainnya (bukan hanya suku Aborigin), Rudd juga telah meminta maaf secara resmi kepada suku Aborigin atas diskriminasi yang diterima oleh mereka. Rudd juga berjanji untuk lebih memperhatikan kepentingan Aborigin dan Masyarakat Australia lainnya. Apalagi Rudd juga berasal dari Partai Buruh yang merupakan partai yang lebih memprioritaskan kepentingan kelompok minoritas. Perjuangan Rudd dalam menyejajarkan aborigin dengan masyarakat Australai diteruskan oleh Perdana Menteri selanjutnya yang juga berasala dari partai buruh, Julia Gillard. Dengan adanya kebijakan- kebijakan tersebut maka diharapkan tidak ada lagi diskriminasi rasial di Australia.(23181)
Referensi:
[1] Almond, Gabriel. Studi Perbandingan Sistem Politik, dalam Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews, ed., Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2001.
[2] Pembantaian terhadap orang Aborigin oleh Kristen Inggrishttp://islamic.xtgem.com/ibnuisafiles/tsa/kasih/pembantaiansukuaborigin.html diakses Sabtu, 20 November 2010 pukul 08.13
[3] Australia Berlakukan Kembali UU Diskriminasi Rasial
http://www.tribunnews.com/2010/06/22/australia-berlakukan-kembali-uu-diskriminasi-rasial diakses pada Minggu, 21 November 2010 pukul 16.45
Australia termasuk negara maju dengan sistem pemerintahan monarki konstitusional dan kepala pemerintahan Perdana Menteri serta jumlah penduduk yang relative sedikit jika dibandingkan dengan negara lain. Pada awalnya, Australia dihuni oleh suku asli Australia yaitu bangsa Aborigin, yang kemudian datang kelompok- kelompok lain berkuit putih yang mendiamii Australia dan justru malah menjadi kelompok mayoritas atau kelompok kepentingan di Australia. Definisi kelompok kepentingan yaitu Kelompok-kelompok yang dibentuk atas dasar persamaan kepentingan inilah yang kemudian disebut kelompok kepentingan. Dalam penjelasan Gabriel Almond, kelompok kepentingan adalah suatu organisasi yang bertujuan dan berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah, tanpa menghendaki untuk duduk di jabatan publik. Kelompok kepentingan ini berbeda dengan partai politik, karena tujuan partai politik adalah menduduki jabatan publik.[1] Bahkan, pada awalnya kelompok pendatang ini melakukan pembantaian kepada suku aborigin karena mereka menganggap suku Aborigin tidak pantas mendiami Australia karena mereka berkulit hitam dan berbeda dengan mereka hingga pada akhirya populasi suku Aborigin di Australia menjadi berkurang. Dengan kehadiran kelompok tersebut, kelompok suku aborigin menjadi tersisihkan dan malah menjadi kelompok minoritas di Australia. Bahkan, fasilitas yang diterima oleh keduanya pun berbeda. Kelompok kepentingan mendapat fasilitas yang lebih baik daripada kelompok minoritas. Jabatan dalam pemerintahan juga sebagian besar diisi oleh orang- orang dari kelompok kepentingan. Jarang suku Aborigin yag bisa menduduki jabatan dalam pemerintahan, jangankan jabatan untuk memperoleh pekerjaan saja mereka mengalami kesulitan.
Australia juga menerapkan Undang-Undang Kesejahteraan Nasional (National
Welfare Act), yang mengesahkan pemerintah memisahkan anak Aborigin dari
orantuanya. Akibat UU tersebut, dari tahun 1910 sampai 1970, sedikitnya 100.000 anak Aborigin yang pada umumnya berasal dari ayah atau kakek berkulit putih,
terpisah dari orang tuanya. Anak Aborigin itu ditempatkan di panti asuhan
yang disubsidi pemerintah. Biasanya, yang berkulit sedikit terang diadopsi
keluarga kulit putih Australia. Mereka yang berkulit gelap biasanya akan
menghabiskan masa kanak-kanak mereka di panti asuhan dengan sedikit atau
tanpa pendidikan memadai.[1] Hal ini sungguh sangat memprihatinkan mengingat usia mereka yang masih muda seharusnya mereka tinggal dengan orangtua mereka. Tetapi, karena proses asimilasi ini mereka dipaksakan untuk berpisah dengan orangtua mereka dan sebagian dari mereka yang berkulit hitam harus tinggal dipanti asuhan. Hal ini juga dikarenakan pendidikan yang tidak merata bagi suku Aborigin dan kelompok kepentingan di Australia. Bahkan, tidak sedikit dari suku Aborigin yang buta huruf di era globalisasi ini. Selain itu, sulitnya mendapatkan pekerjaan bagi suku Aborigin juga menimbulkan permasalahan tersendiri. Setiap kantor di Australia seakan melaksanakan peraturan tidak tertulis dalam menerima karyawan mereka dan mendahulukan warga berkulit putih. Hal itu memaksa beberapa suku Aborigin untuk melakukan tindakan kriminal demi memenuhi kebutuhan sehari- hari. Sehingga, tak mengherankan jika image suku Aborigin dimata masyarakat Australia terlanjur jelek. Apalagi para aborigin juga dikenal gemar mengkonsumsi alcohol dan minuman keras. Sampai pemerintah Australia pun perlu untuk memberlakukan UU Diskriminasi Rasial sebagai bagian dari upaya melawan kekerasan anak di kota-kota berpenduduk mayoritas Aborigin. Undang-undang ini mengalami penundaaan sejak tiga tahun di masa pemerintahan John Howard dan kemudian diberlakukan lagi pada masa Kevin Rudd bahkan diperluas lagi ke kalangan yang bukan masyarakat asli di kawasan Northern Territory.[2]
Diskriminasi yang terjadi antara suku Aborigin dengan kelompok kepentingan di Australia mulai mendapatkan perhatian khusus pada saat pemerintahan Australia dipegang oleh Perdana Menteri Kevin Rudd. Disamping menerapkan UU Diskriminasi Rasial dan yang kemudian diterapkan juga ke masyarakat Australia lainnya (bukan hanya suku Aborigin), Rudd juga telah meminta maaf secara resmi kepada suku Aborigin atas diskriminasi yang diterima oleh mereka. Rudd juga berjanji untuk lebih memperhatikan kepentingan Aborigin dan Masyarakat Australia lainnya. Apalagi Rudd juga berasal dari Partai Buruh yang merupakan partai yang lebih memprioritaskan kepentingan kelompok minoritas. Perjuangan Rudd dalam menyejajarkan aborigin dengan masyarakat Australai diteruskan oleh Perdana Menteri selanjutnya yang juga berasala dari partai buruh, Julia Gillard. Dengan adanya kebijakan- kebijakan tersebut maka diharapkan tidak ada lagi diskriminasi rasial di Australia.(23181)
Referensi:
[1] Almond, Gabriel. Studi Perbandingan Sistem Politik, dalam Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews, ed., Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2001.
[2] Pembantaian terhadap orang Aborigin oleh Kristen Inggrishttp://islamic.xtgem.com/ibnuisafiles/tsa/kasih/pembantaiansukuaborigin.html diakses Sabtu, 20 November 2010 pukul 08.13
[3] Australia Berlakukan Kembali UU Diskriminasi Rasial
http://www.tribunnews.com/2010/06/22/australia-berlakukan-kembali-uu-diskriminasi-rasial diakses pada Minggu, 21 November 2010 pukul 16.45
Isu-isu kontemporer: Permasalahan Kelompok Minoritas
Problem kesehatan penduduk asli aborigin
Kaum aboriginal yang merupakan kelompok etnis minoritas memiliki berbagai permasalahan yang kompleks, dari mulai pendidikan, kesehatan, social dan ekonomi, hal ini dikarenakan migrasi besar-besaran bangsa eropa pada dahulu kala telah membuat masyarakat asli semakin terpinggirkan bahkan saat ini bisa dikatakan sebagai masyarakat kelas bawah, tidak banyak masyarakat asli aborigin yang mendapat pendidikan, fasilitas kesehatan bahkan kesempatan bekerja yang sama dengan masyarakat kulit putih.Dalam berbagai aspek akan kebutuhan manusia entah itu kesehatan, nutrisi, edukasi , pekerjaan, pendapatan, kepemilikan rumah dan kesempatan hidup penduduk aborigin merupakan yang terburuk diantara penduduk Australia lainya.
Banyaknya penyakit masyarakat yang ditimbulkan oleh perilaku buruk seperti alkoholisme oleh pemuda turut mengakibatkan banyaknya kekerasan yang terjadi di wilayah aboriginal bahkan banyak terjadi pelecehan sexual terhadap anak dibawah umur di setiap wilayah.Pemerintah Australia pun langsung merespon hal tersebut dan segera menerapkan berbagai aturan di wilayah penduduk aborigin, pelarangan alkohol selama 6 bulan, melarang pornografi serta pemotongan tunjangan. Dan langkah tegas yang dilakukan PM Howard adalah menurunkan militer ke distrik Mutijulu untuk mencegah pelecehan sexual serta mengambil anak-anak aborigin dengan dalih “melindungi keturunan asli”. Meskipun pemerintah berdalih tidak akan memisahkan anak dari keluarganya, tetapi jika ada tanda-tanda pelecehan maka dengan alasan melindungi inilah anak penduduk asli akan dipisahkan. Hal ini mungkin bisa dilihat sebagai tindakan rasis yang dilakukan oleh masyarakat kulit putih Australia.
Tetapi sejak masa pemerintahan Kevin rudd masyarakat aborigin kini mulai mendapat perhatian dari pemerintah Australia,pada masa pemerintahan Kevin rudd lah secara resmi Australia meminta maaf kepada penduduk aborigin.meskipun ini hanya terkesan sebuah lip service, karena tidak diikuti oleh kompensasi atas kebijakan terdahulu yang merugikan penduduk asli.
Meskipun telah meminta maaf toh pemerintah Australia belum begitu signifikan mengatasi masalah terutama masalah kesehatan. Masalah kesehatan ini unik, karena berbagai data yang ada menunjukan adanya perbedaan mencolok antara masyarakat pribumi aborigin dengan penduduk kulit putih dalam hal kesehatan. Sehingga parlemen Australia merasa perlu adanya undang undang kesehatan yang turut serta secara spesifik mengatur tentang kesehatan kaum aboriginal.
Menurut badan statistic Australia penduduk asli aborigin memiliki peluang yang lebih tinggi untuk sakit ketimbang warga kulit putih. Permasalan kesehatanya pun bervariasi. Tetapi hampir sebagian besar kesehatan masyarakat aborigin berkaitan dengan lingkungan social tempat mereka tinggal. Beberapa kota yang memang merupakan tempat tinggal penduduk asli aborigin bisa dikatakan memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi. Sehingga menurut penelitian yang dilakukan oleh royal australialis college of surgeon (RACS), menyebutkan bahwa ada gap sebesar 25% dalam pengeluaran kesehatan antara penduduk asli dengan masyarakat australia lainya dalam masalah kecelakaan transportasi dan luka antar individu.
Permasalahan kesehatan di masyarakat local juga cukup mengkhawatirkan.menurut Victorian Aboriginal Health Service beberapa isu kesehatan yang dihadapi penduduk Koori adalah merokok, diet,penyakit(seperti penyakit cardiovascular, diabetes dan tekanan darah tinggi), stress,obat-obatan,alcohol dan rendahnya kesehatan anak. Mengenai kesehatan anak, rupanya tingkat kematian bayi cukup tinggi, lebih tinggi dari tingkat kematian bayi secara nasional. Selain itu penduduk asli sangat rentan terhadap berbagai penyakit menular termasuk :
Gonorrhoea
Haemophilus influenzae type b (Hib)
HIV/AIDS
Meningitis
Salmonellosis
Syphilis
Tuberculosis.
Perlunya perhatian khusus pemerintah Australia akan masalah kesehatan dari warga aborigin. Karena ternyata banyak dari masalah kesehatan yang merupakan akibat dari lingkungan social yang buruk di wilayah penduduk aborigin. Serta perlunya dilakukan pendekatan yang “berbeda” dari sebelumnya, karena pendekatan yang represif dari pemerintah Australia yang terdahulu justru menimbulkan kecaman, karena terkesan rasis dan bertentangan dengan Hak azasi manusia.(23379)
Referensi
1.http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/aboriginal_health_issues?open
2. http://socialistworld.net/eng/2007/07/10australia.html
3. http://www.minorityrights.org/?lid=2599&tmpl=printpage
4. http://www.suite101.com/content/military-in-aboriginal-communities-a25454
Kaum aboriginal yang merupakan kelompok etnis minoritas memiliki berbagai permasalahan yang kompleks, dari mulai pendidikan, kesehatan, social dan ekonomi, hal ini dikarenakan migrasi besar-besaran bangsa eropa pada dahulu kala telah membuat masyarakat asli semakin terpinggirkan bahkan saat ini bisa dikatakan sebagai masyarakat kelas bawah, tidak banyak masyarakat asli aborigin yang mendapat pendidikan, fasilitas kesehatan bahkan kesempatan bekerja yang sama dengan masyarakat kulit putih.Dalam berbagai aspek akan kebutuhan manusia entah itu kesehatan, nutrisi, edukasi , pekerjaan, pendapatan, kepemilikan rumah dan kesempatan hidup penduduk aborigin merupakan yang terburuk diantara penduduk Australia lainya.
Banyaknya penyakit masyarakat yang ditimbulkan oleh perilaku buruk seperti alkoholisme oleh pemuda turut mengakibatkan banyaknya kekerasan yang terjadi di wilayah aboriginal bahkan banyak terjadi pelecehan sexual terhadap anak dibawah umur di setiap wilayah.Pemerintah Australia pun langsung merespon hal tersebut dan segera menerapkan berbagai aturan di wilayah penduduk aborigin, pelarangan alkohol selama 6 bulan, melarang pornografi serta pemotongan tunjangan. Dan langkah tegas yang dilakukan PM Howard adalah menurunkan militer ke distrik Mutijulu untuk mencegah pelecehan sexual serta mengambil anak-anak aborigin dengan dalih “melindungi keturunan asli”. Meskipun pemerintah berdalih tidak akan memisahkan anak dari keluarganya, tetapi jika ada tanda-tanda pelecehan maka dengan alasan melindungi inilah anak penduduk asli akan dipisahkan. Hal ini mungkin bisa dilihat sebagai tindakan rasis yang dilakukan oleh masyarakat kulit putih Australia.
Tetapi sejak masa pemerintahan Kevin rudd masyarakat aborigin kini mulai mendapat perhatian dari pemerintah Australia,pada masa pemerintahan Kevin rudd lah secara resmi Australia meminta maaf kepada penduduk aborigin.meskipun ini hanya terkesan sebuah lip service, karena tidak diikuti oleh kompensasi atas kebijakan terdahulu yang merugikan penduduk asli.
Meskipun telah meminta maaf toh pemerintah Australia belum begitu signifikan mengatasi masalah terutama masalah kesehatan. Masalah kesehatan ini unik, karena berbagai data yang ada menunjukan adanya perbedaan mencolok antara masyarakat pribumi aborigin dengan penduduk kulit putih dalam hal kesehatan. Sehingga parlemen Australia merasa perlu adanya undang undang kesehatan yang turut serta secara spesifik mengatur tentang kesehatan kaum aboriginal.
Menurut badan statistic Australia penduduk asli aborigin memiliki peluang yang lebih tinggi untuk sakit ketimbang warga kulit putih. Permasalan kesehatanya pun bervariasi. Tetapi hampir sebagian besar kesehatan masyarakat aborigin berkaitan dengan lingkungan social tempat mereka tinggal. Beberapa kota yang memang merupakan tempat tinggal penduduk asli aborigin bisa dikatakan memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi. Sehingga menurut penelitian yang dilakukan oleh royal australialis college of surgeon (RACS), menyebutkan bahwa ada gap sebesar 25% dalam pengeluaran kesehatan antara penduduk asli dengan masyarakat australia lainya dalam masalah kecelakaan transportasi dan luka antar individu.
Permasalahan kesehatan di masyarakat local juga cukup mengkhawatirkan.menurut Victorian Aboriginal Health Service beberapa isu kesehatan yang dihadapi penduduk Koori adalah merokok, diet,penyakit(seperti penyakit cardiovascular, diabetes dan tekanan darah tinggi), stress,obat-obatan,alcohol dan rendahnya kesehatan anak. Mengenai kesehatan anak, rupanya tingkat kematian bayi cukup tinggi, lebih tinggi dari tingkat kematian bayi secara nasional. Selain itu penduduk asli sangat rentan terhadap berbagai penyakit menular termasuk :
Gonorrhoea
Haemophilus influenzae type b (Hib)
HIV/AIDS
Meningitis
Salmonellosis
Syphilis
Tuberculosis.
Perlunya perhatian khusus pemerintah Australia akan masalah kesehatan dari warga aborigin. Karena ternyata banyak dari masalah kesehatan yang merupakan akibat dari lingkungan social yang buruk di wilayah penduduk aborigin. Serta perlunya dilakukan pendekatan yang “berbeda” dari sebelumnya, karena pendekatan yang represif dari pemerintah Australia yang terdahulu justru menimbulkan kecaman, karena terkesan rasis dan bertentangan dengan Hak azasi manusia.(23379)
Referensi
1.http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/aboriginal_health_issues?open
2. http://socialistworld.net/eng/2007/07/10australia.html
3. http://www.minorityrights.org/?lid=2599&tmpl=printpage
4. http://www.suite101.com/content/military-in-aboriginal-communities-a25454
Isu-isu kontemporer: Permasalahan Kelompok Minoritas
Kelompok Minoritas Agama Islam di Australia dan Permasalahannya
Kelompok minoritas dapat berupa suku, ras, maupun agama. Di Australia terdapat beberapa agama dengan presentasi Kristen (64%), tanpa agama (18,7%), Buddha (2,1%) dan Islam menempati urutan keempat dengan presentasi 1,7%. Islam di Australia merupakan agama yang paling beragam, mulai dari ras, etnik, kebudayaan dan bahasa yang berbeda antarpemeluknya. Sebagai negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi, saat ini muslim di Australia terdiri dari berbagai suku, ras, etnik yang berbeda mulai dari Arab hingga Anglo-Celtic (kulit putih Australia). Hingga kini diperkirakan ada 340,392 pemeluk Islam di Australia dan masih bertambah.(1) Walaupun sebagian besar muslim di Australia berasal dari Arab, namun tidak semua Arab adalah muslim. Australia adalah sebuah melting pot, dimana terdapat banyak sekali etnis dan ras dengan kepercayaan yang berbeda-beda pula, sehingga tidak dapat dipastikan berdasarkan asumsi dan pendapat pribadi yang sifatnya subjektif.
Pada awalnya, Islam berasal dari para pendatang dari Makassar (Indonesia) yang beragama Islam, sebagai nelayan. Nelayan Indonesia tersebut lalu berasimilasi dengan penduduk asli Australia bagian Utara dan Selatan, lalu menikah dan menetap. Setelahnya, pada era kolonialisme terdapat pendatang dari Timur Tengah terutama Afghanistan, Lebanon dan Turki yang datang. Lalu pada tahun 1947 hingga 1971, populasi muslim Australia meningkat dari 2.704 menjadi 22.311.(2) Hal ini sangat mengejutkan mengingat adanya peningkatan perekonomian dan lapangan pekerjaan sehingga banyak orang merantau termasuk ke Australia untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik. Sensus yang paling baru menyebutkan bahwa perantau muslim di Australia datang dilatarbelakangi oleh refugee dan humanitarian programs.
Saat ini ada lebih dari 100 masjid dan 20 sekolah Islam di Australia. Di Sydney hanya ada 16 sekolah Islam, serta shalat Jumat bisa diadakan sampai 2 kali di suatu masjid karena hanya terdapat sekitar 36 masjid di Sydney. Pemerintah juga memberikan kompensasi pada hari Jumat bagi pemeluk agama Islam yang mendirikan sholat Jumat, serta pengosongan jalan untuk mendirikan tenda sholat pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Terdapat banyak penjual daging dan restoran halal, asosiasi pelajar, dan muslim di Australia bekerja sebagai dokter, pengacara, pegawai pemerintah, di bidang militer, dan pengusaha. Muslim Australia juga aktif ikut serta dalam hal menciptakan kehidupan sosial dan politik yang baik.(3)Hal tersebut menunjukkan bahwa muslim di Australia walaupun minoritas namun telah berkembang dan educated, terjun ke setiap aspek kehidupan sosial maupun politik, dan dapat melaksanakan kegiatan dengan baik. Pada dasarnya, kehidupan umat muslim yang terlihat dari luar telah didukung dengan regulasi pemerintah yang tidak menunjukkan tanda-tanda melarang atau diskriminasi atas Islam. Namun, jika diteliti lebih jauh, apakah begitu kenyataannya?
Kaum muslim muda Australia jumlahnya semakin sedikit, dan muslim Australia yang terdiri dari berbagai suku dan ras sulit untuk bersatu sehingga ada kesan kurang solid antara muslim Australia. Selain itu, tidak ada strategi yang mantap untuk meningkatkan profil dan penerimaan ideologi Islam dlm masyarakat umum(4), sehingga jika ada sebagian kecil masyarakat Australia yang mempunyai anggapan salah mengenai Islam dan muslim, tidak ada upaya yang cukup untuk memperbaiki anggapan salah tersebut, hal ini pulalah yang membuat kaum muda Islam semakin berkurang. Selain itu, di Brisbane, setelah kejadian 11 September, semakin sulit bagi umat muslim untuk mendirikan masjid. Alasan tidak disetujuinya izin membangung masjid adalah karena parkir yang akan mengganggu pengguna jalan lain, suara adzan yang terdengar lima kali sehari, serta kurangnya pengertian masyarakat mengenai Islam dan muslim pada khususnya sehingga anggapan-anggapan yang kurang tepat menyebar mengakibatkan diskriminasi dan prasangka.(5)
Masalah lainnya adalah adanya video di Youtube mengenai seseorang yang merokok menggunakan potongan kertas Al-Quran dan Bible yang dibuat oleh Alex Stewart, anggota klub Atheis di kota Brisbane. Di videonya ia terlihat mengambil lembaran Al-Quran dan Bible lalu melentingnya seperti rokok, dibakar dan dihisap. Stewart yang merupakan dosen sebuah universitas di Queensland lalu dipecat. Stewart berkata ia hanya ingin memberikan opini atas dasar kebebasan berekspresi dan berkata bahwa video tersebut hanya lelucon.(6) Perbuatan ini menunjukkan bahwa toleransi beragama belum begitu solid di Australia. (23223)
Referensi:
(1) http://www.aussiemuslims.net/index.php?Itemid=&id=134&option=com_content&task=view
(2) http://www.immi.gov.au/gateways/police/resources/_pdf/building_bridges.pdf
(3) http://www.islamawareness.net/Fastest/australia.html
(4)http://www.voa-islam.com/news/citizens-jurnalism/2010/06/28/7513/krisis-islam-di-australia/
(5)http://www.voa-islam.com/news/islamic-world/2010/09/21/10204/muslim-australia-semakin-sulit-dirikan-masjid/
(6)http://www.voa-islam.com/news/islamic-world/2010/09/14/10033/merokok-dengan-lembaran-al-qur%27anpengacara-australia-lecehkan-islam/
Kelompok minoritas dapat berupa suku, ras, maupun agama. Di Australia terdapat beberapa agama dengan presentasi Kristen (64%), tanpa agama (18,7%), Buddha (2,1%) dan Islam menempati urutan keempat dengan presentasi 1,7%. Islam di Australia merupakan agama yang paling beragam, mulai dari ras, etnik, kebudayaan dan bahasa yang berbeda antarpemeluknya. Sebagai negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi, saat ini muslim di Australia terdiri dari berbagai suku, ras, etnik yang berbeda mulai dari Arab hingga Anglo-Celtic (kulit putih Australia). Hingga kini diperkirakan ada 340,392 pemeluk Islam di Australia dan masih bertambah.(1) Walaupun sebagian besar muslim di Australia berasal dari Arab, namun tidak semua Arab adalah muslim. Australia adalah sebuah melting pot, dimana terdapat banyak sekali etnis dan ras dengan kepercayaan yang berbeda-beda pula, sehingga tidak dapat dipastikan berdasarkan asumsi dan pendapat pribadi yang sifatnya subjektif.
Pada awalnya, Islam berasal dari para pendatang dari Makassar (Indonesia) yang beragama Islam, sebagai nelayan. Nelayan Indonesia tersebut lalu berasimilasi dengan penduduk asli Australia bagian Utara dan Selatan, lalu menikah dan menetap. Setelahnya, pada era kolonialisme terdapat pendatang dari Timur Tengah terutama Afghanistan, Lebanon dan Turki yang datang. Lalu pada tahun 1947 hingga 1971, populasi muslim Australia meningkat dari 2.704 menjadi 22.311.(2) Hal ini sangat mengejutkan mengingat adanya peningkatan perekonomian dan lapangan pekerjaan sehingga banyak orang merantau termasuk ke Australia untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik. Sensus yang paling baru menyebutkan bahwa perantau muslim di Australia datang dilatarbelakangi oleh refugee dan humanitarian programs.
Saat ini ada lebih dari 100 masjid dan 20 sekolah Islam di Australia. Di Sydney hanya ada 16 sekolah Islam, serta shalat Jumat bisa diadakan sampai 2 kali di suatu masjid karena hanya terdapat sekitar 36 masjid di Sydney. Pemerintah juga memberikan kompensasi pada hari Jumat bagi pemeluk agama Islam yang mendirikan sholat Jumat, serta pengosongan jalan untuk mendirikan tenda sholat pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Terdapat banyak penjual daging dan restoran halal, asosiasi pelajar, dan muslim di Australia bekerja sebagai dokter, pengacara, pegawai pemerintah, di bidang militer, dan pengusaha. Muslim Australia juga aktif ikut serta dalam hal menciptakan kehidupan sosial dan politik yang baik.(3)Hal tersebut menunjukkan bahwa muslim di Australia walaupun minoritas namun telah berkembang dan educated, terjun ke setiap aspek kehidupan sosial maupun politik, dan dapat melaksanakan kegiatan dengan baik. Pada dasarnya, kehidupan umat muslim yang terlihat dari luar telah didukung dengan regulasi pemerintah yang tidak menunjukkan tanda-tanda melarang atau diskriminasi atas Islam. Namun, jika diteliti lebih jauh, apakah begitu kenyataannya?
Kaum muslim muda Australia jumlahnya semakin sedikit, dan muslim Australia yang terdiri dari berbagai suku dan ras sulit untuk bersatu sehingga ada kesan kurang solid antara muslim Australia. Selain itu, tidak ada strategi yang mantap untuk meningkatkan profil dan penerimaan ideologi Islam dlm masyarakat umum(4), sehingga jika ada sebagian kecil masyarakat Australia yang mempunyai anggapan salah mengenai Islam dan muslim, tidak ada upaya yang cukup untuk memperbaiki anggapan salah tersebut, hal ini pulalah yang membuat kaum muda Islam semakin berkurang. Selain itu, di Brisbane, setelah kejadian 11 September, semakin sulit bagi umat muslim untuk mendirikan masjid. Alasan tidak disetujuinya izin membangung masjid adalah karena parkir yang akan mengganggu pengguna jalan lain, suara adzan yang terdengar lima kali sehari, serta kurangnya pengertian masyarakat mengenai Islam dan muslim pada khususnya sehingga anggapan-anggapan yang kurang tepat menyebar mengakibatkan diskriminasi dan prasangka.(5)
Masalah lainnya adalah adanya video di Youtube mengenai seseorang yang merokok menggunakan potongan kertas Al-Quran dan Bible yang dibuat oleh Alex Stewart, anggota klub Atheis di kota Brisbane. Di videonya ia terlihat mengambil lembaran Al-Quran dan Bible lalu melentingnya seperti rokok, dibakar dan dihisap. Stewart yang merupakan dosen sebuah universitas di Queensland lalu dipecat. Stewart berkata ia hanya ingin memberikan opini atas dasar kebebasan berekspresi dan berkata bahwa video tersebut hanya lelucon.(6) Perbuatan ini menunjukkan bahwa toleransi beragama belum begitu solid di Australia. (23223)
Referensi:
(1) http://www.aussiemuslims.net/index.php?Itemid=&id=134&option=com_content&task=view
(2) http://www.immi.gov.au/gateways/police/resources/_pdf/building_bridges.pdf
(3) http://www.islamawareness.net/Fastest/australia.html
(4)http://www.voa-islam.com/news/citizens-jurnalism/2010/06/28/7513/krisis-islam-di-australia/
(5)http://www.voa-islam.com/news/islamic-world/2010/09/21/10204/muslim-australia-semakin-sulit-dirikan-masjid/
(6)http://www.voa-islam.com/news/islamic-world/2010/09/14/10033/merokok-dengan-lembaran-al-qur%27anpengacara-australia-lecehkan-islam/
Rabu, 24 November 2010
isu kontemporer kelompok kepentingan
Tema : isu kontemporer kelompok kepentingan
Judul : kelompok kepetingan dan perannya terhadap perkembangan suku Aborigin.
Di Australia tidak ada yang meragukan partai politik di Australia sebagai pusat kegiatan politik di Australia. Namun kita tidak dapat mengabaikan begitu saja peran dari kelompok kepentingan, mereka ini biasanya “berdiri” dibalik partai-partai politik yang lebih besar dan memang sudah mapan. Menurut yang saya dapat dari kelas Pemerintahan dan Politik Australia ini, masyarakat Australia lebih suka untuk menyuarakan gagasan dan aspirasi mereka melalui kelompok kepentingan ketimbang ke pemerintah. Mungkin dikarenakan kelompok kepentingan ini sering mengadakan kegiatan-kegiatan atau kampanye tentang lingkungan hidup dan masalah sosial lainnya, sehingga banyak masyarakat yang tertarik tidak seperti pemerintahan yang terlihat pasif terhadap isu sosial, kemudian ditambah lagi dengan sudah makmurnya masyarakat di Australia membuat pemerintah Australia kesulitan untuk membuat kebijakan karena kebanyakan tidak peduli dengan pemerintahan negara mereka. Dalam berbagai tingkatan, kelompok-kelompok kepentingan ini sangat sadar terhadap peran mereka untuk memajukan kepentingan-kepentingan kelompok yang diwakilinya, dan karenanya mereka selalu melibatkan diri ke dalam politik, dengan tujuan mempengaruhi pengambilan kebijakan-kebijakan publik. Kesadaran politik yan tinggi ini ini bukan hanya menjadi dominasi dari kelompok-kelompok kepentingan yang bertendensi politik saja seperti serikat buruh, melainkan terdapat pula seperti kelompok-kelompok olah raga dan agama.
Menurut Gabriel Almond juga, setiap sitem politik politik haruslah memiliki fungsi dan struktur politik tertentu. Fungsi politik ialah fungsi input dan fungsi output.1 Dalam masyarakat politik modern terdapat struktur–struktur politik salah satunya adalah kelompok kepentingan. Dalam penjelasan Gabriel Almond yang lain, kelompok kepentingan adalah suatu organisasi yang bertujuan dan berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah, tanpa menghendaki untuk duduk di jabatan publik. Kelompok kepentingan ini berbeda dengan partai politik, karena tujuan partai politik adalah menduduki jabatan publik.2 Kelompok kepentingan memberikan input yang digunakan pemerintah untuk memutuskan kebijakan yang akan diambil terhadap rakyatnya. Input yang mereka berikan bertujuan agar pandangan-pandangan mereka dipahami oleh para pembuat keputusan dan agar mendapat output yang sesuai dengan tuntutan mereka. Dalam tulisannya Gabriel A. Almond, mengatakan untuk memberikan input pada pembuat kebijakan, saluran-saluran yang penting dan biasa digunakan adalah demonstrasi dan tindakan kekerasan, tindakan ini biasa digunakan untuk menyatukan tuntutan kepada pembuat kebijakan. Peran dan saluran-saluran yang digunakan kelompok kepentingan ini berbeda di setiap negara, mereka melakukan peranannya sesuai dengan tujuan yang mereka ingin capai, demikian pula dengan saluran-saluran yang mereka gunakan. Satu saluran yang dianggap efektif bagi satu kelompok kepentingan belum tentu efektif bagi yang lain, termasuk di Australia.
Kemudian mengenai peran kelompok kepentingan ini terhadap suku aborigin adalah baru-baru ini sekelompok anggota serikat buruh dengan aktivis hak-hak aborigin begabung dengan orang Alyawarr dari masyarakat Ampilatwaja bergabung untuk membuat suatu perubahan. Banyk orang di Australia yang terinspirasi dari intervension walk off yang diterapkan oleh orang Alyawarr ini, yang memperjuangkan hak-hak dari kaum aborigin karen merek terinspirasi dari semangat Aborigin yang mereka perlihatkan sejak dulu. Mereka berjalan awalnya melalui komunitas mereka sendiri dan berhasil membentuk sebuah kamp protes yang kemudian komunitas mereka dilegalkan oleh pemerintah Australia melalui undang-undang dan memberikan mereka “kekuasaan” selama lima tahun. Suku Aborigin ini mengalami diskriminasi yang sangat jelas karena kesejahteraan dari penghasilan mereka ini “dikarantina” atau sepruh pendapatan yang mereka peroleh diganti dengan “kartu dasar” yang hanya bisa membeli barang-barang tertentu di toko-toko tertentu. Hal ini pun berlaku bagi pensiunan paruh baya yang sudah bekerja keras sepanjang hidupnya, membuka negara sehingga industri pastoral bisa memanfaatkannya. Dan dua setengah tahun setelah intervensi dimulai, tidak satu rumah baru telah dibangun untuk masyarakat Aborigin, meskipun A $ 672.000.000 pemerintah federal telah menyisihkan untuk perumahan Aborigin3. Kemudian banyaknya adat-adat tradisional suku Aborigin yang berusaha untuk dihilangkan dari kehidupan masyarakat Australia itu sendiri. Belom lagi perumahan yang mereka bangun dengan usaha dan kerja keras mereka sendiri rusak akibat limbah pabrik yang bocor yang mengenai perumahan mereka dan tidak ada tanggpan serius dari pemerintah Australia. Di sinilah peran kelompok kepentingan, mereka bergerak melalui kampanye-kampanye dan intervensi yang mereka lakukan kepada pemerintahan. Undang-undang dan cairnya bantuan kepada suku Aborigin ini tidak lepas dari peran serta kelompok kepentingan terutama serikat buruh yang memang ini adalah fokus utamanya. Mereka memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak Aborigin yang memang sangat ketinggalan dan membuat sebuah klinik atau rumah sakit kecil untuk orang-orang Aborigin, hal ini dilakukan karena memang sangat susah untuk orang Aborigin berinteraksi dengan dunia luar karena adanya diskrimasi dari warga pendatang Australia walau akhir-akhir ini PM Australia menegaskan bahwa mayarakat Australia harus dapat hidup berdampingan dengan orang-orang Aborigin dan mengakui adanya suku Aborigin tersebut.
NIM (23299)
1 “Studi Perbandingan Sistem Politik”, dalam Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews, ed., Perbandingan Sistem Politik(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001), hal 29-31.
2Ibid hal 53
Isu-Isu Kontemporer : Permasalahan Kelompok Minoritas
Usaha Pemerintah dalam Peningkatan Taraf Hidup Aborigin Pasca Permintaan Maaf Kevin Rudd
Suku Aborigin merupakan penduduk asli benua Australia dan keturunannya yang kini menjadi kelompok minoritas terbesar di Australia yang diperkirakan telah mencapai dan menempati seluruh dataran Australia selama lebih dari 40 ribu tahun yang lalu. Letak benua Australia yang jauh di belahan bumi selatan menyebabkan kaum Aborigin harus hidup terisolasi sampai akhirnya pada tahun 1770 James Cook, kaum kulit putih yang berasal dari Inggris tiba di bagian timur Australia dan menjadikan wilayah tersebut sebagai tempat untuk mengasingkan dan menghukum para narapidana Inggris.
Sejak diizinkannya pemukim bebas untuk datang di awal tahun 1790-an[1], hidup kaum Aborigin menjadi menderita. Selain membawa penyakit-penyakit yang cepat mewabah seperti Influenza dan Cacar, warga Inggris juga juga menempati tanah tempat tinggal kaum Aborigin dan mengambil sumber daya disitu, mempekerjakan para Aborigin yang telah tergusur tersebut tanpa upah, mendiskriminasi serta melakukan kekerasan terhadap kaum Aborigin sehingga mereka menjadi terpinggirkan.
Perlakuan yang tidak layak dan merugikan ini terus berlanjut hingga ratusan tahun setelahnya. Pada tahun 1909 hingga 1969, terdapat kebijakan Child Policy yang berisikan tentang proses asimilasi budaya[2] dimana anak-anak suku Aborigin yang saat itu dianggap sebagai ras terbelakang dipaksa diambil dari orangtuanya dan diakui sebagai milik negara untuk kemudian tinggal bersama kaum kulit putih dan menjalani kehidupan seperti orang kulit putih sehingga nantinya mereka bisa hidup harmonis dengan kaum kulit putih dan tidak ada lagi ras terbelakang. Meskipun tujuan kebijakan ini terlihat baik, namun pada pelaksanaannya anak-anak yang diambil secara paksa dan tinggal bersama kaum kulit putih itu dijadikan buruh atau pelayan sehingga mereka juga tidak dapat menikmati pendidikan yang layak.[3] Anak-anak kaum Aborigin yang diambil ini sebagian besar tidak dapat bertemu kembali dengan orang tua serta saudara-saudaranya dan mereka kemudian disebut dengan istilah The Stolen Generation (generasi yang hilang). Inilah yang menjadi dasar dari tindakan pemerintah yang dikenal dengan nama National Apology. Tanggal 13 Februari 2008, PM Rudd yang saat itu baru saja terpilih menyatakan permintaan maaf secara resmi kepada the stolen generation atas nama Pemerintah Australia. Pemerintah Australia, selain memohon maaf atas tindakan yang telah dilakukan pemerintah kepada warga pribumi Australia di masa lalu juga menyatakan bahwa di masa depan akan ada Australia yang seluruh warganya saling menghormati dan berbagi tanggung jawab tanpa memandang asal-usul mereka[4]. PM Rudd juga berjanji akan mengambil langkah-langkah untuk menutup gap antara kaum asli Australia dengan kaum pendatang (kulit putih) dalam hal angka harapan hidup, pendidikan, dan kesempatan untuk meningkatkan ekonomi[5] sehingga taraf hidup mereka bisa terangkat dan bisa menentukan nasib mereka sendiri.
Pemerintah Australia dalam usaha menutup kesenjangan tidak hanya meminta maaf dengan kata-kata tapi juga membuktikannya dengan tindakan. Pasca permintaan maaf tersebut, PM Rudd membentuk sebuah komisi yang dibentuk dari partai Buruh dan Liberal untuk membicarakan masalah kebijakan-kebijakan terkait dengan suku pribumi Australia tersebut, dimulai dengan kebijakan tempat tinggal dan perumahan yang layak untuk mengatasi ketidak layakan tempat tinggal kaum Aborigin. Sebuah pertemuan “National Indigenous Health Equality” juga diadakan pada 18 – 20 Maret 2008 untuk membicarakan tentang kesetaraan kaum Pribumi akan akses terhadap pelayanan kesehatan[6]. Setelah Kevin Rudd turun dari jabatannya dan digantikan oleh Julia Gillard pun, usaha untuk mengatasi kesenjangan ini masih terus dilakukan. Pemerintahan Julia Gillard telah menginvestasikan sekitar $5.5 juta untuk perumahan Aborigin hingga 10 tahun kedepan dan $1.57 juta untuk masalah kesehatan.[7] Dalam hal pendidikan, Departemen pendidikan baru saja menjalankan “Indigenous Education Action Plan” untuk meningkatkan kualitas pendidikan kaum Aborigin[8] yang memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kesiapan kaum pribumi untuk sekolah dengan mengajarkan keterampilan membaca dan berhitung.
Kesenjangan yang terjadi antara kaum Aborigin dan warga kulit putih Australia memang tidak bisa ditutup secara langsung, melainkan harus melalui proses. Hingga saat ini usaha-usaha masih terus dilakukan pemerintah Australia untuk menutup gap tersebut dan hasilnya kini mulai terlihat, taraf hidup kaum Aborigin meningkat sedikit demi sedikit hingga nanti akhirnya masyarakat Aborigin tidak lagi terdiskriminasi dan terpinggirkan.
(23172)
[3] ibid
[4] Sesuai dengan teks National Apology tersebut dimana dinyatakan “A future based on mutual respect, mutual resolve and mutual responsibility. A future where all Australians, whatever their origins, are truly equal partners, with equal opportunities and with an equal stake in shaping the next chapter in the history of this great country, Australia.”
[6] http://www.hreoc.gov.au/about/media/speeches/social_justice/2008/20080710_premier.html
[8] http://www.deewr.gov.au/Indigenous/Pages/IEAPComment.aspx
Kelompok Kepentingan
Isu Kontemporer: Kelompok Kepentingan
Right to Life Australia (RLTA): Di antara Kelebihan dan Kekurangan dalam Memperjuangkan Pencabutan Undang-Undang Aborsi Victoria Tahun 2008
This is time to speak our interest, the interest to uphold
the most basic human right: life
Menurut Eugene J. Kolb dalam bukunya A Framework for Political Analysis, yang dimaksud dengan kelompok kepentingan adalah sekumpulan individu yang terorganisir secara formal maupun informal dan bekerjasama untuk melindungi atau mempromosikan suatu tujuan yang sama.[1] Istilah kelompok kepentingan dan kelompok penekan sering disinonimkan walaupun sebenarnya aktivitas yang mereka lakukan cukup berbeda. Aktivitas kelompok penekan lebih intensif dalam mempengaruhi kebijakan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.[2] Dalam pembahasan kali ini, penulis tetap menggunakan istilah kelompok kepentingan untuk menggambarkan organisasi yang ada di Australia karena organisasi tersebut awalnya memang berusaha mempromosikan tujuan yang sama.
Jumlah kelompok kepentingan di Australia sangatlah banyak. Kelompok-kelompok tersebut aktif baik di tingkat nasional, negara bagian, maupun lokal dan dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok yang mewakili suatu golongan kepentingan tertentu (sectional) serta kelompok-kelompok yang memperjuangkan isu-isu tertentu (promotional).[3] Masalah yang diperjuangkan kelompok kepentingan semakin beragam mengingat kompleksnya isu-isu yang berkembang di Austalia. Salah satu kelompok kepentingan yang aktif memperjuangkan isu hak hidup manusia adalah Right to Life Australia (RLTA). RLTA memperjuangankan penolakan terhadap kebijakan aborsi, euthanasia, pembunuhan bayi, dan penelitian embryonic stem cell.
Right to Life Australia merupakan organisasi nonprofit, independen, dan mencakup level nasional. Pada tahun 1973 Right to Life Victoria didirikan di Melbourne, kemudian bulan September 2001 Right to Life Victoria melakukan merger dengan Right to Life Australia menjadi The Right to Life Australia Inc. Saat ini RLTA giat melakukan kampanye menentang Undang-Undang Aborsi Victoria yang disahkan tahun 2008. Pada 9 Oktober 2010, RLTA mengadakan pawai besar di Treasury Garden, Melbourne.
Dalam memperjuangkan kepentingannya, RLTA menggunakan metode secara langsung dan tidak langsung sesuai dengan kemampuan masyarakat yang pro pada RLTA. Secara langsung, staf profesional RLTA melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar menjadikan pro-life sebagai isu penting dan menekan pemerintahan yang berkuasa untuk menciptakan undang-undang pro-life. RLTA juga berkampanye menentang anggota legislatif yang mendukung Undang-Undang Aborsi serta mempengaruhi masyarakat agar tidak memilih mereka lagi. Secara tidak langsung, RLTA memberikan informasi kepada masyarakat melalui leaflet dan literatur. RLTA juga secara rutin merilis kegiatan-kegiatan mereka ke media, sehingga masyarakat Austalia dapat mengakses perkembangan organisasi tersebut secara transparan.[4]
Sebagai sebuah kelompok kepentingan yang tergolong besar, RLTA memiliki berbagai kemampuan yang dapat dimanfaatkan dengan baik guna mencapai kepentingannya. Beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menilai efektivitas RLTA antara lain adalah bentuk organisasi, keanggotaan dan staf profesional, serta sumber pendanaan.[5] Organisasi RTLA dapat dikatakan terstruktur rapi dengan visi dan misi yang jelas. Sebagai sebuah organisasi tingkat nasional, otoritas RTLA tidak diragukan lagi. Keanggotaan RLTA juga sangat luas. Selain anggota tetap ditingkat nasional dan negara bagian, RLTA memberikan kesempatan kepada para voluntir untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. RLTA juga memiliki staf profesional, terutama untuk memberi pelayanan konseling dan melakukan lobi pemerintah. Dana yang digunakan untuk kegiatan RLTA berasal dari iuran wajib anggota tetap, donatur, serta kegiatan fund raising. Dengan sumber dana tersebut, RLTA mampu menyediakan Pregnancy Counselling Australia (PCA) yang bertugas memberikan konseling mengenai aborsi dan pascaaborsi.
Mengenai isu Undang-Undang Aborsi Victoria 2008, sebenarnya RLTA mampu melakukan upaya lebih besar guna mencabut undang-undang tersebut karena RLTA mempunyai beberapa faktor pendukung. Hanya saja RLTA mengalami hambatan pada bidang keterwakilan. Pada tahun 2008, lebih banyak anggota legislatif yang berasal dari Australian Labor Party (ALP) yang menyetujui undang-undang tersebut. Untuk benar-benar dapat mewujudkan tujuannya, RLTA harus mampu meningkatkan kualitas lobi pemerintah karena hingga saat ini ALP masih berkuasa di bawah pemerintahan Julia Gillard. (23394)
Referensi:
Haryanto. Sistem Politik: Suatu Pengatar. Yogyakarta: Liberty. 1982.
Mayer, Henry. Australian Politics: A Reader edisi II, Melbourne: F.W. Cheshire. 1969.
Hamid, Zulkifli. Sistem Politik Australia. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1999.
Jaensch, Dean. An Introduction to Australian Politics edisi II. Melbourne: Longman Cheshire. 1988.
Right to life Australia, 2010, http://www.righttolife.com.au/index.htm, 22 November 2010.
[1]Haryanto, Sistem Politik: Suatu Pengatar, Liberty, Yogyakarta, 1982, hal. 73.
[2]H. Mayer, Australian Politics: A Reader, edisi II, F.W. Cheshire, Melbourne, 1969, hal. 187.
[3]Z. Hamid, Sistem Politik Australia, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 1999, hal. 299.
[4]Right to Life Australia, Campaigns, 2010, http://www.righttolife.com.au/campaigns.htm, 22 November 2010.
[5]D. Jaensch, An Introduction to Australian Politics, Longman Cheshire, Australia, 1988, hal. 149.
essay individu polpem aussie
Tema : Minoritas
Terorisme dan Problematika Pembauran Masyarakat Minoritas Muslim Australia
Cukup besarnya jumlah muslim Australia tidak menjadi jaminan bagi komunitas muslim untuk bisa berbaur secara baik dengan masyarakat dan budaya Australia. Maraknya aksi terorisme yang terjadi akhir akhir ini berpengaruh pula terhadap proses pembauran minoritas muslim dengan masyarakat dan budaya Australia. Isu yang cenderung menyudutkan muslim seperti ini menjadi tantangan bagi muslim yang tinggal di negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim, seperti Australia.
Pemerintah Australia pun memperkenalkan Undang-Undang Anti Terorisme sebagai bagian dari kampanye untuk menjamin keamanan Australia dan untuk memenuhi kewajiban internasional Australia. Pada masa pemerintahan John Howard pembuatan Undang Undang Anti Terorisme segera direalisir dan sempat ditentang oleh sejumlah organisasi kaum minoritas muslim. Undang Undang tersebut dalam prakteknya dinilai merugikan posisi kaum minoritas muslim karena pihak aparat kemananan dapat leluasa menangkap siapa saja yang dicurigai sebagai teroris hanya lantaran ia menganut agama Islam. Undang-Undang Anti Terorisme ini lebih memberi kekuasaan kepada kepolisan untuk bisa melakukan penggeledahan meskipun tanpa surat izin penggeledahan. Selain itu, definisi terorisme juga akan diubah, yakin dengan memasukkan faktor bahaya psikologis akibat peristiwa teror dan bukan hanya faktor bahaya fisik. Kampanye anti-fundamentalisme pun hanya diarahkan ke kaum Muslim. Sementara fundamentalisme merupakan fenomena umum yang ada pada semua agama dan bukan hanya Islam.(1) Dan sejak serangan teror terhadap kota London pada Juli 2005, pemerintah Australia memang meningkatkan pengawasan terhadap kelompok Muslim. Pada pertengahan Agustus 2005, PM John Howard mengatakan setuju terhadap berbagai upaya untuk mengawasi kegiatan masjid-masjid di Australia. Howard juga melakukan pertemuan dengan belasan pemimpin komunistas Muslim dan mendapatkan dukungan untuk memerangi terorisme. (2)
Sosiolog Michael Humphrey pernah menyebutkan bahwa komunitas muslim di Australia sebenarnya bersikap defensif terhadap segala hal yang dianggap sebagai kritik langsung dan tekanan negatif bagi mereka. Dalam pandangan Humphrey, komunitas muslim di Australia lebih banyak bicara dengan istilah-istilah etnis mereka daripada berbicara soal Islam yang lebih lokal. Artinya, mereka lebih mengedepankan perujukan kepada akar etnis Timur Tengah sebagai basis etnis lahirnya Islam. Hampir tidak pernah ada usaha misalnya, untuk menciptakan suatu model Islam yang khas Australia. Padahal model-model pendekatan seperti itulah yang diyakini akan membuka jalan pembauran yang lebih utuh. Karenanya perbauran secara budaya yang diharapkan memang sulit dicapai dalam waktu singkat. Pandangan serta sikap masyarakat Australia sendiri menyangkut hakikat Islam pun juga dinilai menjadi penghalang bagi proses pembauran itu. Memang selalu ada perbedaan pandangan dan sikap antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain. (3) Dan pelaksanaan Undang-Undang Anti Terorisme yang lebih mengarah pada minoritas muslim dinilai sebagai suatu bentuk kebijakan politik yang justru tidak mendorong ke arah pembauran minoritas muslim dengan masyarakat dan budaya Australia.
Keputusan-keputusan politik Australia dewasa ini dinilai justru terkesan melebarkan jarak antara komunitas muslim dengan masyarakat lokal. Kebijakan seperti itu misalnya dapat dilihat dari pendirian Australian Federation of Islamic Councils yang lebih banyak difungsikan sebagai lembaga kontrol yang bertanggungjawab atas pernyataan-pernyataan para imam dan khatib di masjid-masjid daripada sebagai lembaga yang berfungsi menyuarakan kepentingan komunitas muslim Australia. Pendirian lembaga itu juga dianggap tidak didorong oleh pertimbangan sosiologis dan kebudayaan namun lebih bermotif politis dan keamanan. Dalam lembaga ini tidak semua kelompok muslim Australia terwadahi karena faktanya lembaga ini hanya menghimpun kelompok Islam-Sunni. (4)
Model-model pendekatan Islam yang khas Australia memang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk membuka jalan pembauran yang lebih utuh. Dan pembauran secara budaya yang diharapkan memang sulit dicapai dalam waktu singkat dan tentu membutuhkan proses yang bertahap. Munculnya Undang-Undang Anti Terorisme memang wajar saja mengingat kondisi keamanan yang kurang kondusif akibat berbagai aksi terorisme. Namun agar Undang-Undang ini tidak menjadi alat diskriminasi terhadap minoritas muslim, Undang-Undang harus dijalankan dengan tidak mengarah kepada kelompok tertentu, seperti kelompok minoritas muslim contohnya. (23597)
(1)Riza Sihbudi, Minoritas Muslim di Australia dan Inggris: Catatan Penutup, dalam elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/.../6332/6333.pdf, diakses pada 22 November 2010
(2)http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=211387&kat_id=7 (29 Agustus 2005) dalam Riza Sihbudi, Minoritas Muslim di Australia dan Inggris: Catatan Penutup, I b id
(3)Pradana Boy ZTF, Problem Perbauran Muslim Australia, dalam http://islamlib.com/id/artikel/problem-perbauran-muslim-australia/, diakses pada 22 November 20101
(4)I b i d
Terorisme dan Problematika Pembauran Masyarakat Minoritas Muslim Australia
Cukup besarnya jumlah muslim Australia tidak menjadi jaminan bagi komunitas muslim untuk bisa berbaur secara baik dengan masyarakat dan budaya Australia. Maraknya aksi terorisme yang terjadi akhir akhir ini berpengaruh pula terhadap proses pembauran minoritas muslim dengan masyarakat dan budaya Australia. Isu yang cenderung menyudutkan muslim seperti ini menjadi tantangan bagi muslim yang tinggal di negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim, seperti Australia.
Pemerintah Australia pun memperkenalkan Undang-Undang Anti Terorisme sebagai bagian dari kampanye untuk menjamin keamanan Australia dan untuk memenuhi kewajiban internasional Australia. Pada masa pemerintahan John Howard pembuatan Undang Undang Anti Terorisme segera direalisir dan sempat ditentang oleh sejumlah organisasi kaum minoritas muslim. Undang Undang tersebut dalam prakteknya dinilai merugikan posisi kaum minoritas muslim karena pihak aparat kemananan dapat leluasa menangkap siapa saja yang dicurigai sebagai teroris hanya lantaran ia menganut agama Islam. Undang-Undang Anti Terorisme ini lebih memberi kekuasaan kepada kepolisan untuk bisa melakukan penggeledahan meskipun tanpa surat izin penggeledahan. Selain itu, definisi terorisme juga akan diubah, yakin dengan memasukkan faktor bahaya psikologis akibat peristiwa teror dan bukan hanya faktor bahaya fisik. Kampanye anti-fundamentalisme pun hanya diarahkan ke kaum Muslim. Sementara fundamentalisme merupakan fenomena umum yang ada pada semua agama dan bukan hanya Islam.(1) Dan sejak serangan teror terhadap kota London pada Juli 2005, pemerintah Australia memang meningkatkan pengawasan terhadap kelompok Muslim. Pada pertengahan Agustus 2005, PM John Howard mengatakan setuju terhadap berbagai upaya untuk mengawasi kegiatan masjid-masjid di Australia. Howard juga melakukan pertemuan dengan belasan pemimpin komunistas Muslim dan mendapatkan dukungan untuk memerangi terorisme. (2)
Sosiolog Michael Humphrey pernah menyebutkan bahwa komunitas muslim di Australia sebenarnya bersikap defensif terhadap segala hal yang dianggap sebagai kritik langsung dan tekanan negatif bagi mereka. Dalam pandangan Humphrey, komunitas muslim di Australia lebih banyak bicara dengan istilah-istilah etnis mereka daripada berbicara soal Islam yang lebih lokal. Artinya, mereka lebih mengedepankan perujukan kepada akar etnis Timur Tengah sebagai basis etnis lahirnya Islam. Hampir tidak pernah ada usaha misalnya, untuk menciptakan suatu model Islam yang khas Australia. Padahal model-model pendekatan seperti itulah yang diyakini akan membuka jalan pembauran yang lebih utuh. Karenanya perbauran secara budaya yang diharapkan memang sulit dicapai dalam waktu singkat. Pandangan serta sikap masyarakat Australia sendiri menyangkut hakikat Islam pun juga dinilai menjadi penghalang bagi proses pembauran itu. Memang selalu ada perbedaan pandangan dan sikap antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain. (3) Dan pelaksanaan Undang-Undang Anti Terorisme yang lebih mengarah pada minoritas muslim dinilai sebagai suatu bentuk kebijakan politik yang justru tidak mendorong ke arah pembauran minoritas muslim dengan masyarakat dan budaya Australia.
Keputusan-keputusan politik Australia dewasa ini dinilai justru terkesan melebarkan jarak antara komunitas muslim dengan masyarakat lokal. Kebijakan seperti itu misalnya dapat dilihat dari pendirian Australian Federation of Islamic Councils yang lebih banyak difungsikan sebagai lembaga kontrol yang bertanggungjawab atas pernyataan-pernyataan para imam dan khatib di masjid-masjid daripada sebagai lembaga yang berfungsi menyuarakan kepentingan komunitas muslim Australia. Pendirian lembaga itu juga dianggap tidak didorong oleh pertimbangan sosiologis dan kebudayaan namun lebih bermotif politis dan keamanan. Dalam lembaga ini tidak semua kelompok muslim Australia terwadahi karena faktanya lembaga ini hanya menghimpun kelompok Islam-Sunni. (4)
Model-model pendekatan Islam yang khas Australia memang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk membuka jalan pembauran yang lebih utuh. Dan pembauran secara budaya yang diharapkan memang sulit dicapai dalam waktu singkat dan tentu membutuhkan proses yang bertahap. Munculnya Undang-Undang Anti Terorisme memang wajar saja mengingat kondisi keamanan yang kurang kondusif akibat berbagai aksi terorisme. Namun agar Undang-Undang ini tidak menjadi alat diskriminasi terhadap minoritas muslim, Undang-Undang harus dijalankan dengan tidak mengarah kepada kelompok tertentu, seperti kelompok minoritas muslim contohnya. (23597)
(1)Riza Sihbudi, Minoritas Muslim di Australia dan Inggris: Catatan Penutup, dalam elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/.../6332/6333.pdf, diakses pada 22 November 2010
(2)http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=211387&kat_id=7 (29 Agustus 2005) dalam Riza Sihbudi, Minoritas Muslim di Australia dan Inggris: Catatan Penutup, I b id
(3)Pradana Boy ZTF, Problem Perbauran Muslim Australia, dalam http://islamlib.com/id/artikel/problem-perbauran-muslim-australia/, diakses pada 22 November 20101
(4)I b i d
Langganan:
Postingan (Atom)