Wacana untuk mengubah sistem pemerintahan Australia dari sistem monarki konstitusional ke sistem republik telah muncul dan meluas bahkan sejak jaman pre-federasi, yaitu sekitar pada tahun 1870 dan 1880-an. Hanya saja, seiring perkembangan waktu, wacana ini mengalami pasang surut popularitas di kalangan rakyat Australia sendiri. Pada referendum terakhir yang berlangsung pada tanggal 12 Agustus 1999, rakyat Australia dihadapkan pada dua pilihan, yang salah satu di antaranya adalah apakah para pemilih Australia menyetujui untuk membentuk sebuah Republik Australia. (1) Hasil yang diperoleh adalah untuk opsi tersebut adalah 45,13% untuk jawaban “iya,” dan 54,87% untuk jawaban “tidak.” Dengan demikian, sudah dapat dilihat bahwa untuk saat ini dukungan untuk membentuk sebuah negara republik Australia masihlah belum cukup untuk merealisasikan hal ini.
Memang melihat pada praktiknya, hubungan kolonial antara Australia dengan kerajaan Inggris secara sedikit demi sedikit telah dihapuskan. Upaya pemutusan diri dari kerajaan Inggris ini berpuncak pada dikeluarkannya Australia Acts tahun 1986, yang isinya pada umumnya adalah memutuskan segala hubungan koloni yang tersisa antara Australia dengan kerajaan Inggris yang hanya akan meninggalkan ratu sebagai kepala negara secara simbolik (2), dengan kekuasaan yang terbatas. Dengan kata lain, Australia pada praktiknya adalah negara yang merdeka dan berdaulat, tetapi tidak berdasarkan konstitusi legalnya.
Hanya saja, semangat republikanisme ini tidak pernah menghilang. Kaum republikan berpendapat bahwa seiring waktu berjalan, telah tumbuh suatu identitas nasional yang khas di antara rakyat Australia yang membedakan Australia baik dengan kerajaan Inggris maupun dengan negara-negara bekas koloni Inggris yang lain. Hal ini kemudian tumbuh sejalan dengan tumbuhnya semangat nasionalisme di antara rakyat Australia, yang memicu keinginan untuk memiliki Australia yang benar-benar merdeka dan berdiri sendiri, Australia yang tidak terikat dengan hubungan kolonialisme masa lalu dengan kerajaan Inggris. Dalam hal ini, kedudukan Ratu Inggris sebagai Ratu Australia yang memegang jabatan kepala negara tentu bukanlah merupakan hal yang diinginkan oleh para republikan ini. Mungkin memang jabatan kepala negara ini hanyalah bersifat simbolik, tetapi para republikan menginginkan adanya kepala negara yang berasal dari Australia sendiri sehingga dapat benar-benar mewakili aspirasi rakyat Australia dan menjadi representasi yang paling sesuai dari pemerintahan Australia, baik kepada rakyatnya sendiri maupun terhadap dunia internasional.
Para republikan juga datang dengan alasan bahwa dengan seiring perkembangan jaman, hubungan antara Australia dan kerajaan Inggris sudah tidak relevan lagi. Dengan semakin tumbuhnya multikulturalisme di Australia, terdapat ikatan emosional yang sangat minim antara ratu Inggris dengan warga Australia minoritas yang jumlahnya semakin membesar dan beragam, misalnya dengan penduduk asli Australia (Aborigin dan penduduk Pulau Torres), ataupun dengan warga negara Australia keturunan asia maupun timur tengah (3). Hal inilah yang juga membuktikan bahwa hubungan ini sudah tidak menguntungkan bagi rakyat Australia dan sudah tidak relevan lagi bagi kehidupan Australia modern.
MEKANISME ALTERNATIF PARA REPUBLIKAN
Terdapat tiga hal yang menjadi pemikiran utama dalam hal ini: (i) fungsi dan kekuasaan Kepala Negara; (ii) metode pemilihan dan penggantian Kepala Negara; dan (iii) hubungan Kepala Negara dengan eksekutif, parlemen, dan judikatif (4). Selain itu, pengubahan Australia menjadi republik juga akan menuntut adanya amandemen konstitusi yang akan membutuhkan banyak pemikiran. Hal-hal teknikal seperti ini rupanya masih banyak menjadi perdebatan, baik di antara kaum republikan sendiri ataupun di antara monarkis. Banyak yang berpendapat bahwa Australia memang sudah seharusnya menjadi republik, namun masih diperdebatkan republik seperti apa yang sesuai bagi Australia. Sementara itu, sebagian besar orang lain berpendapat bahwa Australia yang sekarang ini sudahlah yang paling baik, dan tidak perlu lagi mengubah Australia menjadi republik. Sejak gagalnya wacana republik ini pada referendum 1999, wacana ini sempat teredam, hingga Julia Gillard, Perdana Menteri Australia yang baru mengangkat lagi isu ini ke permukaan (5).
PENUTUP
Mungkin untuk saat ini, masih kurang realistis untuk menyatakan bahwa saat ini jugalah momen yang tepat untuk memberikan status republik bagi Australia. Akan dibutuhkan proses yang gradual dan non-revolusioner untuk mencapai saat itu, tetapi wacana republik ini tidak akan teredam selamanya. Saat mencapai momentum yang tepat, wacana ini akan mendapatkan popularitasnya kembali dan akan menjadi wacana yang benar-benar pantas dipertimbangkan untuk direalisasikan.
(1) 1999 Referendum Report and Statistics. <http://www.aec.gov.au/Elections/referendums/1999_Referendum_Reports_Statistics/Key_Results.htm>. Diakses pada tanggal 22 November 2010 pada pukul 00.04.
(2) Paul Keating: Republicanism. < http://www.skwirk.com.au/p-c_s-56_u-490_t-1335_c-5134/paul-keating-republicanism/tas/paul-keating-republicanism/australia-after-1945/an-era-of-protest>. Diakses pada tanggal 22 November 2010 pada pukul 00.34.
(3) ibid
(4) Official Committee Hansard, Senate, Legal and Connstituionla References Committee. Reference: Inquiry into an Australian Republic, Tuesday, 13 April 2004. Sydney.
(5) Queen’s Death Right Time for Republic Move:Gillard. <http://www.abc.net.au/news/stories/2010/08/17/2985152.htm>. Diakses pada tanggal 22 November 2010 pada pukul 01.14. Gillard membuat sebuah pernyataan bahwa Ratu Elizabeth adalah ratu Inggris terakhir yang menjadi ratu Australia. Masa-masa sesudahnya adalah masa yang tepat bagi Australia untuk menjadi sebuah republik.
(23363)
(23363)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar