Rabu, 24 November 2010

essay individu polpem aussie

Tema : Minoritas
Terorisme dan Problematika Pembauran Masyarakat Minoritas Muslim Australia
Cukup besarnya jumlah muslim Australia tidak menjadi jaminan bagi komunitas muslim untuk bisa berbaur secara baik dengan masyarakat dan budaya Australia. Maraknya aksi terorisme yang terjadi akhir akhir ini berpengaruh pula terhadap proses pembauran minoritas muslim dengan masyarakat dan budaya Australia. Isu yang cenderung menyudutkan muslim seperti ini menjadi tantangan bagi muslim yang tinggal di negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim, seperti Australia.
Pemerintah Australia pun memperkenalkan Undang-Undang Anti Terorisme sebagai bagian dari kampanye untuk menjamin keamanan Australia dan untuk memenuhi kewajiban internasional Australia. Pada masa pemerintahan John Howard pembuatan Undang Undang Anti Terorisme segera direalisir dan sempat ditentang oleh sejumlah organisasi kaum minoritas muslim. Undang Undang tersebut dalam prakteknya dinilai merugikan posisi kaum minoritas muslim karena pihak aparat kemananan dapat leluasa menangkap siapa saja yang dicurigai sebagai teroris hanya lantaran ia menganut agama Islam. Undang-Undang Anti Terorisme ini lebih memberi kekuasaan kepada kepolisan untuk bisa melakukan penggeledahan meskipun tanpa surat izin penggeledahan. Selain itu, definisi terorisme juga akan diubah, yakin dengan memasukkan faktor bahaya psikologis akibat peristiwa teror dan bukan hanya faktor bahaya fisik. Kampanye anti-fundamentalisme pun hanya diarahkan ke kaum Muslim. Sementara fundamentalisme merupakan fenomena umum yang ada pada semua agama dan bukan hanya Islam.(1) Dan sejak serangan teror terhadap kota London pada Juli 2005, pemerintah Australia memang meningkatkan pengawasan terhadap kelompok Muslim. Pada pertengahan Agustus 2005, PM John Howard mengatakan setuju terhadap berbagai upaya untuk mengawasi kegiatan masjid-masjid di Australia. Howard juga melakukan pertemuan dengan belasan pemimpin komunistas Muslim dan mendapatkan dukungan untuk memerangi terorisme. (2)

Sosiolog Michael Humphrey pernah menyebutkan bahwa komunitas muslim di Australia sebenarnya bersikap defensif terhadap segala hal yang dianggap sebagai kritik langsung dan tekanan negatif bagi mereka. Dalam pandangan Humphrey, komunitas muslim di Australia lebih banyak bicara dengan istilah-istilah etnis mereka daripada berbicara soal Islam yang lebih lokal. Artinya, mereka lebih mengedepankan perujukan kepada akar etnis Timur Tengah sebagai basis etnis lahirnya Islam. Hampir tidak pernah ada usaha misalnya, untuk menciptakan suatu model Islam yang khas Australia. Padahal model-model pendekatan seperti itulah yang diyakini akan membuka jalan pembauran yang lebih utuh. Karenanya perbauran secara budaya yang diharapkan memang sulit dicapai dalam waktu singkat. Pandangan serta sikap masyarakat Australia sendiri menyangkut hakikat Islam pun juga dinilai menjadi penghalang bagi proses pembauran itu. Memang selalu ada perbedaan pandangan dan sikap antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain. (3) Dan pelaksanaan Undang-Undang Anti Terorisme yang lebih mengarah pada minoritas muslim dinilai sebagai suatu bentuk kebijakan politik yang justru tidak mendorong ke arah pembauran minoritas muslim dengan masyarakat dan budaya Australia.
Keputusan-keputusan politik Australia dewasa ini dinilai justru terkesan melebarkan jarak antara komunitas muslim dengan masyarakat lokal. Kebijakan seperti itu misalnya dapat dilihat dari pendirian Australian Federation of Islamic Councils yang lebih banyak difungsikan sebagai lembaga kontrol yang bertanggungjawab atas pernyataan-pernyataan para imam dan khatib di masjid-masjid daripada sebagai lembaga yang berfungsi menyuarakan kepentingan komunitas muslim Australia. Pendirian lembaga itu juga dianggap tidak didorong oleh pertimbangan sosiologis dan kebudayaan namun lebih bermotif politis dan keamanan. Dalam lembaga ini tidak semua kelompok muslim Australia terwadahi karena faktanya lembaga ini hanya menghimpun kelompok Islam-Sunni. (4)
Model-model pendekatan Islam yang khas Australia memang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk membuka jalan pembauran yang lebih utuh. Dan pembauran secara budaya yang diharapkan memang sulit dicapai dalam waktu singkat dan tentu membutuhkan proses yang bertahap. Munculnya Undang-Undang Anti Terorisme memang wajar saja mengingat kondisi keamanan yang kurang kondusif akibat berbagai aksi terorisme. Namun agar Undang-Undang ini tidak menjadi alat diskriminasi terhadap minoritas muslim, Undang-Undang harus dijalankan dengan tidak mengarah kepada kelompok tertentu, seperti kelompok minoritas muslim contohnya. (23597)
(1)Riza Sihbudi, Minoritas Muslim di Australia dan Inggris: Catatan Penutup, dalam elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/.../6332/6333.pdf, diakses pada 22 November 2010
(2)http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=211387&kat_id=7 (29 Agustus 2005) dalam Riza Sihbudi, Minoritas Muslim di Australia dan Inggris: Catatan Penutup, I b id
(3)Pradana Boy ZTF, Problem Perbauran Muslim Australia, dalam http://islamlib.com/id/artikel/problem-perbauran-muslim-australia/, diakses pada 22 November 20101
(4)I b i d

Tidak ada komentar:

Posting Komentar