Usaha Pemerintah dalam Peningkatan Taraf Hidup Aborigin Pasca Permintaan Maaf Kevin Rudd
Suku Aborigin merupakan penduduk asli benua Australia dan keturunannya yang kini menjadi kelompok minoritas terbesar di Australia yang diperkirakan telah mencapai dan menempati seluruh dataran Australia selama lebih dari 40 ribu tahun yang lalu. Letak benua Australia yang jauh di belahan bumi selatan menyebabkan kaum Aborigin harus hidup terisolasi sampai akhirnya pada tahun 1770 James Cook, kaum kulit putih yang berasal dari Inggris tiba di bagian timur Australia dan menjadikan wilayah tersebut sebagai tempat untuk mengasingkan dan menghukum para narapidana Inggris.
Sejak diizinkannya pemukim bebas untuk datang di awal tahun 1790-an[1], hidup kaum Aborigin menjadi menderita. Selain membawa penyakit-penyakit yang cepat mewabah seperti Influenza dan Cacar, warga Inggris juga juga menempati tanah tempat tinggal kaum Aborigin dan mengambil sumber daya disitu, mempekerjakan para Aborigin yang telah tergusur tersebut tanpa upah, mendiskriminasi serta melakukan kekerasan terhadap kaum Aborigin sehingga mereka menjadi terpinggirkan.
Perlakuan yang tidak layak dan merugikan ini terus berlanjut hingga ratusan tahun setelahnya. Pada tahun 1909 hingga 1969, terdapat kebijakan Child Policy yang berisikan tentang proses asimilasi budaya[2] dimana anak-anak suku Aborigin yang saat itu dianggap sebagai ras terbelakang dipaksa diambil dari orangtuanya dan diakui sebagai milik negara untuk kemudian tinggal bersama kaum kulit putih dan menjalani kehidupan seperti orang kulit putih sehingga nantinya mereka bisa hidup harmonis dengan kaum kulit putih dan tidak ada lagi ras terbelakang. Meskipun tujuan kebijakan ini terlihat baik, namun pada pelaksanaannya anak-anak yang diambil secara paksa dan tinggal bersama kaum kulit putih itu dijadikan buruh atau pelayan sehingga mereka juga tidak dapat menikmati pendidikan yang layak.[3] Anak-anak kaum Aborigin yang diambil ini sebagian besar tidak dapat bertemu kembali dengan orang tua serta saudara-saudaranya dan mereka kemudian disebut dengan istilah The Stolen Generation (generasi yang hilang). Inilah yang menjadi dasar dari tindakan pemerintah yang dikenal dengan nama National Apology. Tanggal 13 Februari 2008, PM Rudd yang saat itu baru saja terpilih menyatakan permintaan maaf secara resmi kepada the stolen generation atas nama Pemerintah Australia. Pemerintah Australia, selain memohon maaf atas tindakan yang telah dilakukan pemerintah kepada warga pribumi Australia di masa lalu juga menyatakan bahwa di masa depan akan ada Australia yang seluruh warganya saling menghormati dan berbagi tanggung jawab tanpa memandang asal-usul mereka[4]. PM Rudd juga berjanji akan mengambil langkah-langkah untuk menutup gap antara kaum asli Australia dengan kaum pendatang (kulit putih) dalam hal angka harapan hidup, pendidikan, dan kesempatan untuk meningkatkan ekonomi[5] sehingga taraf hidup mereka bisa terangkat dan bisa menentukan nasib mereka sendiri.
Pemerintah Australia dalam usaha menutup kesenjangan tidak hanya meminta maaf dengan kata-kata tapi juga membuktikannya dengan tindakan. Pasca permintaan maaf tersebut, PM Rudd membentuk sebuah komisi yang dibentuk dari partai Buruh dan Liberal untuk membicarakan masalah kebijakan-kebijakan terkait dengan suku pribumi Australia tersebut, dimulai dengan kebijakan tempat tinggal dan perumahan yang layak untuk mengatasi ketidak layakan tempat tinggal kaum Aborigin. Sebuah pertemuan “National Indigenous Health Equality” juga diadakan pada 18 – 20 Maret 2008 untuk membicarakan tentang kesetaraan kaum Pribumi akan akses terhadap pelayanan kesehatan[6]. Setelah Kevin Rudd turun dari jabatannya dan digantikan oleh Julia Gillard pun, usaha untuk mengatasi kesenjangan ini masih terus dilakukan. Pemerintahan Julia Gillard telah menginvestasikan sekitar $5.5 juta untuk perumahan Aborigin hingga 10 tahun kedepan dan $1.57 juta untuk masalah kesehatan.[7] Dalam hal pendidikan, Departemen pendidikan baru saja menjalankan “Indigenous Education Action Plan” untuk meningkatkan kualitas pendidikan kaum Aborigin[8] yang memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kesiapan kaum pribumi untuk sekolah dengan mengajarkan keterampilan membaca dan berhitung.
Kesenjangan yang terjadi antara kaum Aborigin dan warga kulit putih Australia memang tidak bisa ditutup secara langsung, melainkan harus melalui proses. Hingga saat ini usaha-usaha masih terus dilakukan pemerintah Australia untuk menutup gap tersebut dan hasilnya kini mulai terlihat, taraf hidup kaum Aborigin meningkat sedikit demi sedikit hingga nanti akhirnya masyarakat Aborigin tidak lagi terdiskriminasi dan terpinggirkan.
(23172)
[3] ibid
[4] Sesuai dengan teks National Apology tersebut dimana dinyatakan “A future based on mutual respect, mutual resolve and mutual responsibility. A future where all Australians, whatever their origins, are truly equal partners, with equal opportunities and with an equal stake in shaping the next chapter in the history of this great country, Australia.”
[6] http://www.hreoc.gov.au/about/media/speeches/social_justice/2008/20080710_premier.html
[8] http://www.deewr.gov.au/Indigenous/Pages/IEAPComment.aspx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar