Senin, 22 November 2010

Tugas Individu Politik Pemerintahan Australia

Tema : Peran Negara Bagian

Peran Negara Bagian dalam Menentukan Dinamika Politik Australia

Australia merupakan sebuah negara yang terletak di sebelah tenggara Indonesia dan berbentuk monarki konstitusional. Australia sendiri memiliki sistem pemerintahan federal yang berbentuk demokrasi parlementer. Dalam pengertian diatas walaupun Australia memiliki Raja atau pun Ratu, fungsi mereka tidak lebih dari sebuah simbol pemerintahan. Kewenangan mereka dibatasi oleh konstitusi sementara posisi mereka diwakili oleh Gubernur Jenderal yang ditunjuk oleh Ratu berdasarkan pertimbangan Perdana Menteri Australia. Dalam bidang politik, Perdana Menteri lebih banyak memegang peranan penting dalam mengemudikan arah perpolitikan Australia.

Dalam hal dinamika politik di Australia, tentunya tidak lepas dari peranan masyarakat di dalamnya yang menyumbangkan kritik, opini, serta suara mereka secara aktif dalam berbagai macam kegiatan politik khususnya dalam hal pemilihan umum/pemilu. Pemilu merupakan gerbang utama penentu orientasi politik Australia ke depannya di tangan pemimpin baru yang akan terpilih. Terkoordinasinya pemilu antar satu wilayah dengan wilayah lain tentunya membutuhkan keterlibatan aktif dari pemerintah masing-masing wilayah itu sendiri. Oleh karena itu, peran suatu wilayah – dalam hal ini adalah peran negara bagian Australia – dalam menjaga ketertiban dan kelancaran pemilu sangatlah penting adanya.

Australia itu sendiri terbagi menjadi enam negara bagian dan dua teritori khusus[1]. Keenam negara bagian ini adalah Tasmania, Australia Barat, Australia Selatan, Victoria, New South Wales, dan Queensland. Sementara kedua wilayah teritori khusus terdiri atas wilayah Australia Utara dan Wilayah Ibukota Australia. Keenam negara bagian dan dua teritori khusus ini memegang peranan penting dalam pelaksanaan pemilu terkait dengan jumlah penghitungan suara yang dihasilkan dari tiap wilayah. Penghitungan ini dapat didasarkan pada beberapa faktor seperti luas wilayah dan jumlah penduduk, walaupun ada pula pemilu yang tidak memuat dua faktor tersebut seperti dalam pemilihan senat yang menggunakan sistem single-member district (satu wilayah satu kursi).

Sebagai salah satu negara yang mengadopsi sistem demokrasi parlementer, para wakil rakyat Australia dipilih dengan tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan terbentuknya kebijakan-kebijakan yang memihak konstituennya. Para wakil rakyat ini terpilih melalui proses pemilu. Pemilu di Australia sendiri terbagi menjadi tiga macam[2]; (1) untuk memilih wakil yang duduk di pemerintahan daerah, (2) wakil di pemerintah negara bagian, (3) wakil dalam pemerintah federal. Dalam pemilu-pemilu ini, negara bagian menyumbangkan 12 perwakilan senat dari tiap negara bagian plus 2 orang perwakilan dari masing-masing daerah teritori khusus. Jadi, jumlah senat terpilih sebanyak 76 orang. Dalam pemilu senat inilah berlaku sistem single-district member yang sempat disinggung diatas. Sistem ini tidak memperhitungkan luas wilayah dan jumlah penduduk, cukup satu pemenang untuk satu wilayah. Semua sama rata. Sementara dalam pemilu anggota majelis rendah/dewan, terpilihlah 148 orang dengan sistem proporsional. Maksud dari sistem ini adalah pengambilan wakil yang didasarkan pada luas wilayah dan jumlah penduduk di masing-masing negara bagian.

Peran penting dari negara bagian disini adalah memastikan bahwa dalam proses penghitungan suara pemilu berlaku peraturan yang sama dan selaras antara peraturan negara bagian dan peraturan nasional. Dalam hal peraturan, parlemen negara bagian tunduk pada UUD nasional dan konstitusi negara bagian. Keselarasan peraturan ini penting untuk diperhatikan agar tidak terjadi kesalahpahaman mekanisme dalam proses penghitungan suara pada tiap wilayah negara bagian. Selain itu, masing-masing negara bagian juga harus memastikan seluruh warga negara yang berusia diatas 18 tahun untuk memberikan suara dalam pemilu pemerintah federal atau pun negara bagian. Ketidak ikut-sertaan dari pemilu dapat berujung pada denda maupun tuntutan pidana[3]. Memastikan keikutsertaan masyarakat dalam pemilu ini penting karena mereka memiliki pengaruh besar dalam menentukan perolehan suara masing-masing kandidat. Kesesuaian peraturan dalam pemilu dan antusiasme masyarakat akan menentukan nasib Australia ke depannya. Oleh karena itu, peran negara bagian sangat penting dalam memastikan validitas jumlah suara yang keluar dari wilayah masing-masing.

Selain berperan serta dalam menjaga ketertiban dan kelancaran pemilu, negara bagian juga ikut berperan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan masalah sosial seperti lingkungan, pembangunan sarana kesehatan, penanggulangan tingkat kriminalitas, pendidikan, pengembangan layanan di pedesaan dan daerah serta dalam bidang transportasi dan keselamatan di jalan raya. Pemerintah negara bagian juga ikut membangun Australia dengan memberlakukan pajak terhadap berbagai barang dan jasa. Selain itu, negara bagian juga menjalin kerjasama dengan pemerintah federasi dalam berbagai bidang. Bidang-bidang ini secara resmi merupakan tanggungjawab negara bagian dan teritori seperti pendidikan, perhubungan, kesehatan dan penegakan hukum[4].

Dengan adanya serangkaian contoh-contoh keterlibatan aktif peran negara bagian diatas tentu saja dapat mempengaruhi pegerakan orientasi politik Australia ke depannya. Adakalanya pergerakan ini bersifat progresif tetapi adakalanya pula bersifat regresif. Dinamika perubahan ini tentu saja tidak lepas dari antusiasme masyarakat dalam membangun Australia, baik melalui kegiatan/aktivitas politik yang mereka sadari ataupun tidak disadari dimana hal tersebut secara tidak langsung difasilitasi oleh negara bagian. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa negara bagian memegang peranan penting dalam menentukan dinamika politik Australia. (23274)


[1] O. Nathan, Australia: A Question and Answer Book, Capstone Press, Minnesota, 2005, p. 9

[2] Shaun, Bowler, Elections in Australia, Ireland, and Malta under the single transferable vote: reflections on an embedded   institution, University of Michigan Press, Michigan, 2000, p.55

[3] Grofman, Bernard, and Arend Lipjhart, Electoral Laws and Their Political Consequences, Algora Publishing, New York, 2003, p.124
[4] I. Dalton, Tony, Making Social Policy in Australia, Allen&Unwin, Australia, 1996, p. 57

Tidak ada komentar:

Posting Komentar