Selasa, 23 November 2010

Jullia Gillard Has More Important Task


TEMA: PERAN PEMERINTAH NASIONAL

Julia Gillard
National Government Has No More Important Task!

“A national government has no more important task than defending the nation, its people and their interests…”[1]                                                                                          -Julia Gillard, PM Australia-
Kalimat tersebut membuka seruan publik yang disampaikan Julia Gillard di hadapan rakyat Australia pada 26 Juli 2010 silam. Seruan tersebut berisi penjelasan mengenai posisi pemerintah nasional Australia yang mendukung perang Afghanistan. Alur argumentasi dalam membangun logika pemahaman kepada publik mengenai latar belakang dukungan tersebut berakar pada kalimat pembuka yang disampaikannya tersebut: ‘bahwa pertahanan nasional merupakan tugas penting bagi pemerintah’. Menurut Gillard, pertahanan-keamanan wialayah Australia dipertaruhkan di Afghanistan. Serangan-serangan teroris di berbagai belahan dunia yang dalam beberapa kejadian merenggut korban jiwa dari pihak warga negara Australia memilliki kaitan dengan jaringan terorisme di Afghanistan. Demi menanggulangi ancaman serangan di negara Australia, maka, pemerintah nasional turut mengambil peran dalam mendukung peperangan tersebut, diantaranya dengan mengerahkan 1.550 tentaranya ke Afghanistan.
 Dukungan pemerintah nasional Australia terhadap negara sekutunya, Amerika Serikat, dalam peperangan di Afghanistan telah ditunjukkan oleh Julia Gillard bahkan sejak pertama kali dinobatkan sebagai Perdana Menteri. Selepas pengangkatannya secara resmi sebagai Perdana Menteri menggantikan posisi Kevin Rudd pada 26 Juni 2010, sejumlah pemimpin dari negara-negara, termasuk Presiden Barack Obama (Amerika Serikat) menyampaikan ucapan selamat via telepon, sekaligus perkenalan terhadap pemimpin Australia yang baru tersebut. Dalam percakapannya dengan Barack Obama yang berlangsung sekitar dua puluh menit, Gillard mengemukakan dukungannya terhadap perang Afghanistan dan berkomitmen untuk terus memasok pasukan dari pihak Australia.
Wujud dukungan Gillard berlanjut pada 02 Oktober 2010, saat perdana menteri wanita pertama Australia itu melakukan kunjungan ke Afghanistan disela perjalanannya menuju Brussels untuk mengikuti pertemuan G20. Kunjungan tersebut selain memang dirahasiakan demi alasan keamanan, juga dimaksudkan untuk memberikan ‘kejutan’ serta menggembirakan hati para tentara Australia yang sedang bertugas dengan kedatangan Perdana Menteri mereka yang berbincang langsung dalam sebuah pesta barbeque sederhana di pangkalan militer wilayah Oruzgan. "I did want to make sure that my very first trip as Prime Minister was to here, to come and see you and say hello,"[2] ungkap Gillard saat kunjungan tersebut. Selain mengunjungi segenap passukan ADF (Australian Defense Force) di Oruzgan, Gillard juga menyinggahi Kabul, Ibu Kota Afghanistan, untuk berbincang dengan Jenderal David Petraeus, pemimpin militer ISAF (Internastional Security Assistance Force), sebuah koalisi negara-negara yang bersatu dalam tujuan menciptakan stabilitas dan kemanan di Afghanistan dimana Australia termasuk didalamnya. Tak lupa, Gillard pun menemui Presiden Afghanistan Hamid Karzai.
***
Kebijakan perang bukanlah kebijakan yang populer saat ini. Munculnya wadah-wadah kerjasama internasional pasca Perang Dunia II telah menggeser tren hubungan internasional yang penuh darah dan senjata kepada iklim mutualisme. Selain itu, wacana mengenai hak asasi manusia yang mengemuka belakangan ini telah menghantarkan perang sebagai suatu gambaran mengenai tindakan yang berlawanan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan. Sejak Australia berkomitmen untuk menyokong pasokan tentara ADF ke Afghanistan di masa John Howard tahun 2001, sejumlah enam belas tentara Australia telah menjadi korban tewas[3]. Nyawa pemuda-pemuda Australia hilang secara sia-sia. Keputusan untuk terus melakukan pengiriman pasukan dalam misi Afghanistan terdengar bertentangan dengan pernyataan Julia Gillard untuk membela rakyat dan kepentingan masyarakat dalam rangka pertahanan nasional.
Secara lebih lanjut, Gillard memang mengemukakan bahwa penyerangan ke Afghanistan, didasarkan alasan bahwa Afghanistan merupakan tempat bersarangnya jaringan terorisme raksasa Al-Qaeda, dan penyerangan diharapkan mampu melumpuhkan sayap-sayap kekuatan mereka sehingga para teroris tidak lagi dapat melakukan aksi yang merenggut lebih banyak korban jiwa. Pasca kejadian 11 September 2001, telah banyak warga Australia yang menjadi korban serangan teroris, baik peristiwa bom Bali I tahun 2002 (merenggut 88 korban jiwa), pemboman kedutaan besar Australia/bom Kuningan tahun 2004, peristiwa bom Bali II tahun 2005 (4 korban jiwa), maupun pemboman di hotel JW. Marriot daan Ritz Carlton tahun 2009 (3 korban jiwa)[4]. Menurut Perdana Menteri Australia Julia Gillard, praktek terorisme tersebut memiliki kaitan yang erat dengan jaringan terorisme di Afghanistan. Namun entah kenapa, Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada tahun 2009 memiliki asumsi yang berbeda mengenai hal tersebut: “... Terrorist attacks in London and Bali were tied to al-Qaeda and its allies in Pakistan, as were attacks in North Africa and the Middle East, in Islamabad and in Kabul. If there is a major attack on an Asian, European, or African city, it, too, is likely to have ties to al-Qaeda's leadership in Pakistan. The safety of people around the world is at stake ...”[5].
Dengan demikian, peran pemerintah nasional Australia dalam mendukung peperangan di Afghanistan memunculkan dua pertanyaan besar: ‘Mengapa mendukung sebuah peperangan?’ dan ‘Mengapa harus Afghanistan? (bukan Pakistan, atau mungkin Indonesia –dimana jelas-jelas serangan terorisme yang memakan nyawa warga negara Australia berlangsung disana–)’.
Pertanyaan serupa mungkin juga dilontarkan oleh lapisan masyarakat Autralia yang kritis. Rakyat Australia memiliki aspirasi yang bisa jadi berbeda dengan apa yang dijalankan pemerintah nasional. Individu-individu pada jajaran pemerintah nasional pun, sesungguhnya memiliki kacamata yang tidak seragam dalam memandang sebuah peperangan. Namun, keberpihakan Gillard dalam masalah Perang Afghanistan diasosiasikan oleh publik sebagai peran yang dijalankan pemerintahan nasional Australia secara keseluruhan.
Hal tersebut menjadi lumrah, karena meski dalam draft Commonwealth Constitution of Australia tidak pernah disebutkan bahwa peran pemerintahan nasional sangat ditentukan oleh kiprah perdana menterinya, namun kecenderungan seorang perdana menteri sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif harian sangat mempengaruhi gambaran mengenai paradigma yang dibangun pemerintah nasional Australia terhadap suatu fenomena, baik di lingkup nasional maupun internasional. Dalam individual level of analysis, bisa jadi peran pemerintah nasional Australia terhadap perang Afghanistan merupakan wujud dari kepemimpinan Gillard yang realis atau bentuk dari ketakutan Gillard akan kerenggangan hubungan dengan Amerika Serikat.
Namun begitulah perpolitikan di Australia. Seorang perdana menteri bukan hanya merupakan juru bicara utama dari partainya, tapi juga merupakan penggambaran sikap yang diambil pemerintah nasional. Hal ini terjadi karena negara yang merangkap benua tersebut menganut sistem satu partai berkuasa. Julia Guillard nampaknya harus bekerja keras untuk meyakinkan kinerja dirinya di awal pemerintahan, termasuk mengenai kecenderungannya terhadap masalah perang Afghanistan. Jajaran menteri dalam front bench, juga para backbencher, mungkin saja memiliki aspirasi yang berbeda mengenai masalah tersebut. Maka tugas Gillard ialah mengkomunikasikannnya kepada para whip, yang kemudian diharapkan dapat meyakinkan jajaran pemerintah lainnya. Sebagai perdana menteri dari partai buruh, Gillard juga bertanggung jawab untuk meyakinkan sejumlah organisasi nasional partainya, yang memiliki pengaruh kuat terhadap anggota-anggota parlemen.
Perlu upaya ekstra untuk menyamakan persepsi dan tujuan tiap-tiap elemen tersebut, agar kecenderungan seorang Gillard dapat mereka (baca: tiap elemen dalam pemerintahan nasional) ‘ridhoi’ sebagai suatu peran yang dilakukan pemerintahan nasional Australia, dan bukan merupakan kebijakan keliru yang ditempuh seorang Jullia Guillard. Ini merupakan tugas penting bagi seorang Gillard. Keputusan untuk pro perang ialah keputusan yang sensitif sehingga menuai banyak komentar, kritikan, bahkan protes dari beragam kalangan. Apabila di awal pemerintahannya saja Gillard sudah tidak mampu meyakinkan partai bahwa kebijakannya merupakan keputusan yang baik, maka krisis kepercayaan dari masyarakat akan menurunkan kredibilitasnya di mata partai sehingga posisinya sebagai Perdana Menteri dapat terancam, dan hal sama yang terjadi pada Kevin Rudd bisa menimpa Julia Guillard.
(23375)

Sumber Bacaan:
Buku
Hamid, Zulkifli. 1999. Sistem Politik Australia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Internet



[1] Draft seruan publik (public appeal) Julia Gillard tersebut secara lengkap dapat dilihat di: http://www.smh.com.au/opinion/our-security-is-at-stake-in-afghanistan-20100711-105jz.html
[2] Mark Kenny. Julia Gillard Surprises Afghan Front Line.2010,Oktober. Tersedia: http://www.dailytelegraph.com.au/news/gi-julia-gillard-surprises-afghan-front-line/story-e6freuy9-1225933509982
[3] Ant/sum.Julia Gillard Dukung Perang Afghan.2010,Juni. Tersedia: http://erabaru.net/top-news/39-news4/14879-julia-gillard-dukung-perang-afghan
[4] Julia Gillard’s Public Appeal: ”Our Security is at stake in Afghanistan”, paragraph 5. 2010, Juli. Tersedia: http://www.smh.com.au/opinion/our-security-is-at-stake-in-afghanistan-20100711-105jz.html
[5] Kellie Tranter.Gillard’s War.2010,Juli. Tersedia: http://www.onlineopinion.com.au/view.asp?article=10689

Tidak ada komentar:

Posting Komentar